Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indramayu, Sumbangsih yang Tersisih

Kompas.com - 12/11/2011, 03:14 WIB

Rini Kustiasih

Darmin (52) dan bibit padi ciptaannya ibarat bapak dan anak. Puluhan petani lain dari Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, juga mengenal sifat baik dan buruk benih padi hasil persilangan mereka. ”Anak” Darmin dinamainya Gadis Indramayu dan Pemuda Idaman.

Namun, sayang, varietas temuan Darmin itu ”ditolak” dan dikalahkan oleh kekuatan besar yang jauh dari jangkauannya. Undang-undang di negeri agraris ini mengharuskan petani menggunakan bibit unggul yang mesti melalui pengujian dan sertifikasi berbiaya ratusan juta. Suatu hal yang hanya mungkin dicapai produsen benih besar. Sementara petani kecil seperti Darmin dan kawan-kawan hanya menjadi pasar ”penjualan” benih di lahan sendiri.

Dari perawakannya, kulit bulirnya kuning bersih dan kesat saat dipegang. Belum lagi malainya yang cantik menjuntai laksana raga Dewi Sri yang padat dan bernas. Begitulah Gadis Indramayu (silangan benih Ciherang dengan Pandanwangi) dan Pemuda Idaman (Ciherang dengan Kebo) yang menjadi kebanggaan Darmin. Selama lebih dari delapan musim tanam, Darmin setia menyeleksi satu per satu hasil persilangannya. Kemiskinan menguatkan tekadnya untuk mandiri.

”Lamun petani iku pengen asil panenne akeh, olih duite gedhe. Baka bisa dewek kenangapa kudu tuku? (Petani itu inginnya hasil panennya banyak, beroleh uangnya juga besar. Kalau bisa melakukan sendiri, kenapa harus beli),” kata Darmin saat ditemui di rumahnya yang sederhana di Blok Randu, Desa Sekarmulya, Kecamatan Gabuswetan, Sabtu (29/10).

Semangat kemandirian Darmin semakin membuncah ketika bapak empat anak ini diajak mengikuti Sekolah Lapangan Pemuliaan Tanaman Partisipatoris (SLPTP) yang difasilitasi Yayasan Farmers Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD) pada 2002. Kegiatan itu bagian dari program Participatory Enhancement of Diversity of Genetic Resources in Asia.

Sekitar 45 petani mengikuti program itu. Mereka belajar menyilangkan padi dan menemukan varietas lokal yang diabaikan sejak munculnya perusahaan benih. Benih-benih lokal, seperti longong, gundhil, rangsel, jalawara, sriputih, dan marong, ditemukan kembali. ”Oh, ternyata setiap benih ada kekuatan dan kelemahannya, jadi harus dikawin-kawinkan. Supaya nemu turunan yang baik, ya harus diseleksi,” kata Darmin mengenang kesadaran awalnya.

Setidaknya ada lima alumnus SLPTP yang hingga kini aktif menyilangkan benih padi. Selain Darmin, empat pemulia lain adalah Warsiyah (54) dan Ito Sumitro (47) dari Desa Kalensari, Kecamatan Widasari; Karsinah (70) dari Desa Segeran Kidul, Kecamatan Juntinyuat; serta Joharipin (36) dari Desa Jengkok, Kecamatan Kertasemaya. Mereka mengorganisasi diri dalam Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia Indramayu. Dalam satu musim tanam, setiap pemulia bisa menghasilkan sampai 400 varietas yang berbeda.

Kiprah para pemulia benih padi ini bahkan direkam dalam buku dan film dokumenter berjudul Bisa Dewek: Kisah Perjuangan Petani Pemulia Tanaman di Indramayu (2011). Buku dan film karya etnografi itu disusun oleh sebuah tim akademisi yang dipimpin antropolog Universitas Indonesia (UI), Yunita T Winarto. Kajian antropolog itu amat detail dan menyiratkan pembelaannya yang kuat.

Begitulah, kendati sudah lebih dari delapan tahun petani-petani kecil itu bekerja keras menyilangkan dan menghasilkan benih sendiri, kreativitas petani Indramayu kurang diperhatikan pemerintah. Sekalipun tidak dilarang menanam benih hasil persilangan sendiri, petani pemulia dilarang menyebarluaskan benih mereka. Itu diatur dalam UU No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman serta UU No 29/2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com