Jakarta, Kompas -
”Misi politik praktis harus diakhiri dan bertransformasi ke politik etis. Hal tersebut sudah menjadi tradisi dan tidak menimbulkan konflik kepentingan atau mengganggu kinerja lembaga,” ujar anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Eva Kusuma Sundari, Kamis (8/9).
Menurut Eva, pernyataan yang meragukan calon hakim agung hanya karena berlatar belakang parpol sarat dengan nuansa stigmatisasi dan labeling negatif. Dalam seleksi calon hakim agung kali ini, Gayus T Lumbuun-lah yang berlatar belakang partai (PDI-P). Eva menanggapi pernyataan aktivis Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz, yang dimuat
Eva menjelaskan, MA sudah memiliki setidaknya empat hakim agung yang berlatar belakang parpol, di antaranya Bagir Manan (mantan Ketua MA) dan Muladi yang berasal dari Partai Golkar, hakim agung Muchsin yang pendiri Partai Persatuan Pembangunan, dan Abdul Rahman Saleh yang merupakan pendiri Partai Bulan Bintang.
Komisi Yudisial telah menyerahkan 18 calon hakim agung ke DPR. Ke-18 calon tersebut terdiri 11 calon dari jalur karier dan tujuh calon dari jalur nonkarier. Beberapa calon di antaranya Gayus T Lumbuun, Dudu Duswara Machmudin (hakim