Pada 11 Maret 2011, Indonesia dikagetkan oleh berita dua media Australia, Sydney Morning Herald
Dua media Australia itu secara gamblang menyebutkan sejumlah politikus Indonesia yang (diduga) melakukan penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, kegiatan sogok-menyogok, hingga praktik intimidasi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono bahkan menjadi bagian dari nama yang mereka sebut.
Daniel Sparringa, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik, menilai, penghinaan yang dilakukan dua media Australia itu tidak mudah dimaafkan. Kerusakan akibat berita tidak bertanggung jawab dan tanpa rasa hormat itu telanjur terjadi (Kompas, 14/3).
Namun, Yudhoyono dalam rapat kabinet terbatas meminta, kegaduhan akibat berita dua media Australia itu tidak perlu diteruskan. Menurut dia, masih banyak hal penting yang harus dikerjakan (Kompas, 15/3).
Namun, sikap agak berbeda diperlihatkan Yudhoyono saat menghadapi sejumlah pesan melalui Blackberry Messenger (BBM) yang disebut-sebut dikirimkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Dengan terperinci, Yudhoyono menyebut isi BBM itu tidak benar, seperti tentang wacana Kongres Luar Biasa Partai Demokrat dan ancaman penggulingan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Yudhoyono bahkan mengkritik media yang memberitakan BBM tersebut.
Padahal, isi Wikileaks yang dikutip Sydney Morning Herald dan The Age pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan isi BBM yang disebut berasal dari Nazaruddin. Keduanya sama-sama belum dapat dibuktikan kebenarannya.
Kala itu Effendy Choirie, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, menyatakan, isi dokumen Wikileaks itu sebenarnya sudah menjadi pembicaraan atau rumor sehari-hari di kalangan elite politik dan sejumlah masyarakat.
Yunarto Wijaya dari Charta Politika menyatakan, materi BBM Nazaruddin merupakan sesuatu yang selama ini dipersepsikan sejumlah masyarakat tentang partai politik, misalnya tentang praktik korupsinya.