Jakarta, Kompas -
Penegasan itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar NU KH Said Aqiel Siroj, Senin (6/6), seusai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara. ”Sangatlah penting untuk memperkuat (pemahaman) bahwa Islam Indonesia adalah Islam yang mengedepankan akhlakul karimah, wisdom, kearifan menjauhi kekerasan, dan bahkan antikekerasan. Kita bahkan juga menghadapi kekerasan yang mengatasnamakan Islam, (karena) hal itu justru menjadi musuh dan mencoreng Islam sendiri,” kata Said.
Persoalan radikalisme sempat menjadi pokok pembicaraan serius antara Presiden dan sejumlah fungsionaris PBNU, di antaranya Rais Am KH Sahal Mahfudz. Menurut Said, ada atau tidak ada radikalisme dan terorisme, NU tetap berkomitmen memegang teguh empat pilar kebangsaan. ”Bagi NU, yang namanya Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sudah final,” katanya.
NU, menurut Said, juga telah berkiprah dalam usaha deradikalisasi. Salah satunya dengan bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam menyosialisasikan Islam yang benar. Dalam sosialisasi ke sejumlah wilayah itu disampaikan bahaya radikalisme serta bagaimana radikalisme itu bertentangan dengan ajaran Islam yang seharusnya membawa berkah, bukan malah membawa bencana.
Pertemuan fungsionaris
Peringatan yang dipusatkan di Stadion Gelora Bung Karno juga akan diikuti sekitar 30.000 anggota Banser Ansor serta kiai pesantren dari Jawa, Madura, dan Lampung. Peringatan juga diisi seminar ekonomi rakyat dan pameran di Jakarta Convention Center yang menghadirkan hasil ekonomi kreatif nahdliyin dari berbagai daerah.