Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Republik Gayus

Kompas.com - 20/01/2011, 04:08 WIB

Christianto Wibisono

Gayus adalah nama generik Romawi dengan empat tokoh besar. Gaius Sempronius Gracchus adalah politikus penganjur pembagian pemilikan tanah yang terbunuh oleh Lucius Opimius. Gaius Papirius Carbo adalah negarawan dan orator yang dimakzulkan Marcus Licinius Crassus. Kedua Gayus tersebut hidup pada abad kedua sebelum Masehi. 

Kaisar Caligula juga bernama kecil Gaius. Saking bencinya kepada DPR atau Senat Roma, ia mengangkat kudanya untuk melecehkan senator Romawi. Sebagian sejarah ini ditulis Gaius (130-180) yang pakar hukum.

Di Indonesia, penulis Gayus Siagian adalah sastrawan terkenal. Politikus PDI-P yang terkemuka tentulah Gayus Lumbuun. Namun, kedua Gayus itu kini kalah pamor dari Gayus ”Kaisar” Tambunan, yang seorang diri dari penjara bisa menaklukkan Republik Indonesia, Presiden, DPR, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan negeri.

Barangkali arwah dari empat Gayus Romawi bereinkarnasi di tubuh Gayus Tambunan sehingga aparat Negara Kesatuan Republik Indonesia kalang kabut, sempoyongan, dan dilecehkan.

Saya mengutip akar kata dan semangat zaman Romawi karena, di luar kasus Gayus, kita melihat kisah bagai dua Gayus yang saling bunuh. Eksekutif sedang dikritik oleh tokoh agama dengan senjata kata-kata yang sangat konfrontatif: tuduhan bahwa pemerintah membohongi publik.

Dunia modern dengan perkembangan teknologi BlackBerry, yang coba dihambat seorang menteri, tetap saja tak bisa lepas dari penyakit umum manusia: cemburu, dengki, iri, dan benci karena tidak bisa menghargai prestasi serta kinerja orang lain.

Kebangkrutan Romawi

Setiap orang berusaha memenangkan dan membenarkan diri sendiri, tak pernah sportif mengakui dan menghormati meritokrasi. Penyakit itu sudah ada sejak zaman Taurat dan terus hingga zaman nuklir. Ketika otak manusia mampu menciptakan senjata pamungkas pemusnah sesama manusia, hati nurani yang belum beranjak dari kebencian dan iri hati berujung pada saling bunuh.

Celakanya, jika di zaman kuno kapasitas manusia untuk membunuh satu sama lain hanya berdampak ratusan atau ribuan orang sesuai dengan perkembangan teknologi perang dan alat bunuh-membunuh, di zaman Gayus Tambunan kekuatan otak manusia sudah sanggup membunuh jutaan orang sekaligus dengan nuklir, rudal, roket, dan bom bunuh diri. Sebanyak 19 orang bisa membunuh 3.000 orang sekaligus tanpa memaklumkan perang, tetapi sudah menciptakan neraka di pusat peradaban dunia, kota New York, AS, 11 September 2001.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com