Jakarta, Kompas -
”Boleh saja putusan dijadikan pintu masuk. Artinya, ada kecurigaan. Tetapi, tidak boleh karena sebuah putusan, KY mengatakan hakim bersalah. Yang harus dicari, pernah tidak hakim bertemu (pihak) atau terima suap,” kata Ketua MA Harifin A Tumpa, Jumat (3/12) di Jakarta.
Menurut Harifin, prosedur pengawasan terhadap hakim memang harus dibicarakan antara MA dan KY. Pada prinsipnya, MA adalah pengawas tertinggi teknis yudisial. Hal ini untuk meluruskan jika hakim memutus dengan menyalahi asas hukum dan menjaga independensi hakim, sehingga ”mengadili” putusan hakim akan mengancam independensi dan menjadikan hakim ragu/takut membuat putusan.
Sebagai hakim, jelas dia, Abbas Said pasti memahami putusan selalu menimbulkan dua pihak berbenturan. Orang kalah selalu cenderung menyalahkan putusan hakim. Karena itu, KY ke depan diminta lebih selektif menanggapi pengaduan masyarakat.
Soekotjo, anggota KY (periode 2005-2010), menilai, keberadaan hakim agung di institusi KY akan menjadi jembatan bagi membaiknya hubungan MA dan KY. KY periode mendatang diminta belajar dari KY sebelumnya, yang sempat berkonfrontasi dengan MA, yang berujung pada uji materi 31 hakim agung dan hilangnya sebagian kewenangan KY.
”Pengalaman itu tak boleh terulang kembali,” kata Soekotjo.
Direktur Indonesia Legal Roundtable Asep Rahmat Fajar mengakui, ada sisi positif terpilihnya Abbas Said yang diperkirakan bisa membuat komunikasi konstruktif bagi MA-KY. Namun, itu tak berarti Abbas harus menjadi Ketua KY.