MAKASSAR, KOMPAS.com — Sidang pembahasan tata tertib Muktamar Ke-32 Nahdlatul Ulama yang berlangsung di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Selasa (23/3/2010) malam, diwarnai interupsi peserta. Sejumlah pasal dalam tatib mengalami perubahan, antara lain, terkait persyaratan calon ketua umum.
Pasal yang paling mendapat sorotan, misalnya, Pasal 22 Ayat 3 yang menambahkan kalimat calon ketua umum tidak terlibat organisasi masyarakat yang bertentangan dengan prinsip perjuangan NU dan tidak terlibat langsung ataupun tidak dengan Jaringan Islam Liberal (JIL). Ayat tersebut ditengarai untuk mengganjal Ulil Abshar Abdalla yang selama ini dikenal sebagai aktivis Islam liberal.
Selain koreksi Pasal 22, peserta sidang tatib juga menyepakati penghapusan Pasal 26 karena dianggap tidak jelas. Pasal tersebut berisi ketentuan pemilihan, seperti yang tercantum pada Bab VII disesuaikan dengan keputusan komisi organisasi tentang AD/ART NU.
Ketua Muslimat Pengurus Pusat (PP) NU Khofifah Indar Parawansa, menanggapi koreksi Pasal 22, mengatakan bahwa seharusnya kalimat tersebut ditambahkan dengan kata "radikal".
Kendati tidak menyatakan bahwa ada nahdliyin yang radikal, pencantuman kata radikal tersebut sebagai langkah antisipatif. Prinsip NU sendiri adalah prinsip moderat yang berada di tengah.
"Liberal itu melebih-lebihkan moderat, sementara radikal mengurangi moderat. Jadi, kata radikal itu perlu juga ditambahkan. Tapi, mungkin peserta menganggap tidak ada kandidat ketua yang radikal, jadi kata itu tidak dicantumkan," ujarnya.
Dia menambahkan, pada proses pemilihan ketua umum, aturan harus lebih ketat. Kandidat harus benar-benar tidak menjadi pengurus pada salah satu partai politik saat mengajukan diri menjadi calon ketua umum PBNU.