KOMPAS.com — Unagi menjadi salah satu makanan tradisional di Jepang yang berkembang sejak abad ke-19. Makanan ini sebenarnya bukan makanan musiman, tetapi pada saat musim panas bulan Juni hingga Agustus, unagi menjadi sangat populer. Masyarakat Jepang percaya unagi menjadi makanan penjaga stamina di musim panas yang bersuhu tinggi. Dagingnya kaya dengan protein, asam lemak, dan vitamin A. Teh hijau yang disajikan bersama unagi menjadi pasangan tepat untuk menambah stamina dan kesehatan. Berbeda dengan belut di Indonesia, belut di Jepang mempunyai ukuran lebih besar, diameternya bisa mencapai 6-7 sentimeter jika sudah berumur dua tahun. Agar cita rasa tak berkurang, belut ini biasanya dibersihkan dengan dua cara, yakni membelah punggung atau perut. Pembersihan ini dilakukan dengan hati-hati agar hati tetap utuh dan bisa dimanfaatkan sebagai sup pendamping. Unagi biasanya dimasak dengan dipanggang. Daisaku Wakita, pemilik kedai unagi Shirako Sakae Shop, memilih teknik memasak itu karena membuat daging unagi tetap terasa lembut. Dengan dipanggang, lemak unagi ikut meleleh. Lemak yang meleleh itu membuat daging tidak kering ketika dipanggang selain menambah harum aroma makanan. Pertimbangan kandungan zat gizi juga memengaruhinya. Meski demikian, unagi juga bisa dimasak dengan cara digoreng atau bahkan dibuat sebagai keripik tipis khas Negeri Sakura.