Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sanksi Denda Tinggi Juga Bisa Bredel Pers

Kompas.com - 09/09/2009, 20:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta mengubah ketentuan sanksi pidana dalam Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara, yang selama ini diyakini bakal berpotensi menjadi pemberangusan terhadap kebebasan pers, pembredelan perusahaan media massa, sekaligus pengkriminalan terhadap para jurnalis. Sanksi macam itu dinilai masih mendominasi ketentuan dalam sejumlah pasal tentang sanksi pidana RUU Rahasia Negara, yang selama ini juga menjadi salah satu sumber keberatan dan kecaman sejumlah elemen masyarakat sipil dan pers. Ketentuan soal sanksi pidana ada dalam Bab X, pasal 42-49 RUU tersebut.

Dalam rapat pembahasan, Rabu (9/9), anggota Panja RUU Rahasia Negara, Dedi Djamaluddin Malik dari Fraksi Partai Amanat Nasional mengingatkan, ancaman sanksi denda dengan angka nominal tinggi akan sangat membebani media massa dan bahkan membangkrutkan perusahaannya. Padahal kemampuan perusahaan media massa, apalagi di daerah-daerah, kan berbeda-beda. "Kalau dendanya sampai miliaran atau bahkan ratusan miliar rupiah, dipastikan perusahaan-perusahaan media massa akan bangkrut dan mati. Kenapa sanksinya tidak disesuaikan dengan UU Pokok Pers yang maksimal Rp 500 juta," ujar Dedi.

Selain sanksi denda, ketentuan dalam pasal 49 RUU Rahasia Negara juga diyakini bakal menjadi masalah serius yang berujung juga pada pembredelan dan pemberangusan media massa. Dalam pasal itu diatur tentang sanksi terhadap korporasi yang melanggar ketentuan tentang kerahasiaan negara. Seperti diwartakan, dalam pasal itu diatur sebuah korporasi dapat diancam hukuman ditetapkan berada di bawah pengawasan, dibekukan, atau dicabut izinnya dan dinyatakan sebagai korporasi yang terlarang, jika terbukti melanggar UU tentang Rahasia Negara.

Dari sejumlah alasan tersebut, Masyarakat Pers Indonesia Selasa kemarin mendatangi Panja RUU Rahasia Negara dan menyatakan sikap resmi mereka menolak keras isi RUU Rahasia Negara rancangan Departemen Pertahanan.

Namun begitu Staf Ahli Menteri Pertahanan Bidang Ideologi dan Politik Agus Brotosusilo membantah semua kekhawatiran tadi. Bantahan itu dia sampaikan baik dalam rapat Panja maupun kepada wartawan usai rapat. Agus menyatakan pemerintah bahkan telah merevisi dan akan menyampaikan hasil perubahan tersebut dalam rapat-rapat panja berikutnya. Revisi dibuat agar semua kekhawatiran yang muncul dan dilontarkan masyarakat selama ini tidak lagi terjadi.

"Kami sudah ubah beberapa klausul seperti pasal 44 tentang pidana penjara paling singkat, bervariasi dari dua hingga empat tahun, disesuaikan dengan tingkat kerahasiaannya. Juga soal sanksi pidana terhadap korporasi, yang kami batasi hanya akan dijadikan sebagai korporasi di bawah pengawasan," ujar Agus.

Sebelumnya dalam pasal 44, sanksi pidana yang dicantumkan bervariasi paling singkat lima hingga tujuh tahun dan paling lama 15-20 tahun sesuai tingkat kerahasiaan, dan ancaman pidana 20 tahun hingga hukuman mati terkait pelanggaran yang dilakukan dalam masa perang.

Lebih lanjut Agus mengingatkan, ancaman sanksi pidana yang diatur dalam Bab IX tidak dibuat atau diadakan khusus untuk menyasar pada media massa, jurnalis, atau perusahaan media massa. Sasaran sanksi pidana, termasuk denda dengan nominal tinggi menurutnya juga ditujukan kepada korporasi-korporasi multi-nasional bermodal kuat, yang selama ini banyak mengincar informasi penting tentang kekayaan sumberdaya alam Indonesia dengan berbagai macam cara.

"Kalau dikatakan tadi sanksi denda yang tinggi bakal membangkrutkan perusahaan media massa, kan dalam pasalnya disebut sanksi maksimal. Jadi nanti tergantung hakim yang akan memutuskan. Kami yakin tentu saja hakim akan mempertimbangkan seadil-adilnya," ujar Agus.

Agus menambahkan, jika dalam praktiknya nanti hakim justru memutus sanksi denda yang berat sementara diketahui kemampuan korporasi tersebut, termasuk perusahaan media massa, tidak mampu menjangkau, maka yang salah adalah hakim dan bukan ketentuan UU-nya. Tidak bisa juga kalau tadi dikatakan sanksi pidana disesuaikan ketentuan UU Pokok Pers. "Risiko pembocoran rahasia negara kan bisa membahayakan kedaulatan dan keselamatan bangsa dan negara. Jadi besaran nominal denda itu sudah kami sesuaikan dengan risikonya," ujar Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com