Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ter-ater, Untuk Famili, Guru "Ngaji", dan Kyai

Kompas.com - 14/09/2008, 01:45 WIB

Sore itu suasana di desa Gagah kecamatan Kadur, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, terlihat berbeda dengan hari-hari biasanya. Hilir mudik kaum perempuan desa, baik tua, muda, bahkan hingga anak-anak, membawa makanan ke rumah-rumah warga, menjadi pemandangan yang dominan di desa kecil yang hanya berpenduduk 785 orang itu.

"Assalamu’alaikum, ini saya disuruh ibu mengantar "rebbe" buk. Ibu tidak bisa mengantar sendiri ke sini katanya mohon maaf, karena sedang banyak pekerjaan di rumah," sapa Ita, begitu sampai di sebuah rumah yang memiliki halaman luas di dusun Daporah desa setempat.

Begitu barang bawaannya diterima, gadis desa yang memiliki nama lengkap Diah Puspita Ningrum itu langsung berpamitan pulang kepada pemilik rumah, Sahama yang tak lain masih memiliki hubungan familinya dengannya.

"Saya mau cepet-cepet pulang saja, soalnya masih disuruh mengantar ke rumah rumah tetangga di sana," kata gadis yang masih berusia sekitar 13 tahun itu sambil berpamitan pulang.

Bagi warga Madura, "rebbe" merupakan sebuah istilah pemberian makanan kepada para tetangga, kerabat ataupun sanak famili yang diberikan pada hari-hari tertentu dengan maksud untuk berbagi rezeki.

Menurut tokoh masyarakat setempat Ahmad Baihaqi, bagi keluarga atau rumah tangga yang menerima pemberian makanan dari tetangga atau familinya, mareka berkewajiban pula memberikan makanan.

"Tapi tidak harus waktu itu juga. Bisa saja diberikan keesokan harinya atau pada hari-hari lain yang dianggap sebagai hari mustajabah. Misalnya malam Jumat," kata Baihaqi.

Mengantar "rebbe" atau makanan yang oleh warga Madura disebut "ter-ater" itu tidak hanya dilakukan kepada para kerabat, dan sanak famili saja, tapi juga kepada sesepuh desa, guru ngaji dan pengasuh pondok pesantren atau kyai.

"Ter-ater" untuk kyai pengasuh pondok pesantren, bukan hanya berupa makanan, tapi bisa juga berupa hasil bumi. Seperti jagung, padi, ketela pohon, dan berbagai jenis buah-buahan yang menjadi hasil pertanian mereka.

"Setiap panen, baik panen jagung ataupun padi, saya pasti menyisihkan khusus untuk kyai dan guru ngaji anak saya," kata Suhana (49) warga desa Kertagena Tengah kecamatan Kadur Pamekasan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com