Laporan wartawan Kompas Aufrida Wismi Warastri
MEDAN, SENIN - Sejumlah mantan tahanan politik peristiwa 1965 meminta pemerintah mengadili pelaku kejahatan hak azasi manusia selama masa pemerintahan Orde Baru. Mereka bersaksi ratusan ribu rakyat di Sumatera Utara menjadi korban peristiwa 1965 dan terstigma sebagai PKI tanpa pengadilan.
Para mantan tahanan politik bersama 22 perwakilan ornop di Sumut juga menyatakan menolak instruksi presiden yang menetapkan tujuh hari masa berkabung nasional atas meninggalnya mantan Presiden HM Soeharto. Mereka menganggap Soeharto sebagai penjahat kemanusiaan.
Eddy Sartimin (71), mantan tentara Angkatan Darat dengan pangkat terakhir Kopral Kepala, Senin (28/1) menuturkan, setelah 11 tahun dipenjara, keluarganya tidak mau lagi menerima dirinya. Stigma PKI begitu menyakitkan. ”Anak saya sampai mengatakan lebih baik punya ayah durhaka daripada punya ayah PKI,” tutur Eddy. Bersama 79 teman sebatalyon Para, dia ditangkap tanpa pengadilan.
Eddy bersaksi bersama rekan-rekannya disiksa. Bahkan seorang temannya menggantung diri di sel karena tak tahan. Mereka yang keluar sel diminta bungkam tidak membicarakan apa yang terjadi dalam tahanan.
Sedangkan Jiman Karo Karo (76) mantan anggota DPRD Dairi dan mantan Kepala Penerangan Kabupaten Dairi mendekam di penjara selama 20 tahun. Jiman bersaksi ratusan temannya dibunuh. ”Korban-korban dibuang di Sungai Ular, (Deli Serdang),” kata Jiman.
Humala Sitompul (76) yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Cabang PKI Kota Medan menambahkan bahwa sejarah harus diluruskan, siapa sebenarnya dalang kudeta 1965. Ia sendiri dipenjara selama 14 tahun.
”Soeharto tidak pernah meminta maaf, mengapa kami harus memaafkan dia. Kalau dia minta maaf, baru kami bisa memaafkan,” kata Humala. Secara fisik, lanjut Humala, ia mengaku tidak mengalami banyak siksaan, namun siksaan batin yang justru didapat.
”Hukuman jera harus dilakukan, jangan sampai presiden berikutnya melakukan apa yang Soeharto lakukan pada rakyat,” tutur Humala.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.