JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, dalam negara demokrasi pelibatan TNI dalam menangani terorisme harus memenuhi tiga syarat.
Menurut Al Araf, syarat pertama yang harus dipenuhi adalah adanya keputusan politik presiden, misalnya melalui penerbitan Keputusan Presiden (Keppres).
"Syarat pertama harus berdasarkan keputusan politik presiden. Jadi militer tidak bisa terlibat dalam pemberantasan terorisme tanpa ada keputusan presiden," ujar Al Araf saat ditemui usai diskusi diskusi bertajuk 'Dinamika Gerakan Terorisme dan Polemik Revisi UU Anti-Terorisme', di Auditorium Nurkholis Madjid, Universitas Paramadina, Jakarta, Rabu (31/5/2017).
(Baca: Anggota Komisi I: Pelibatan Militer Terkait Terorisme Cukup Diatur UU TNI)
Syarat kedua, lanjut Araf, pelibatan TNI merupakan suatu pilihan yang digunakan jika kedaulatan teritorial terancam.
"Jika keutuhan kedaulatan teritorial secara nyata terancam maka operasi militer dimungkinkan," ucapnya.
Ketiga, pelibatan TNI dimungkinkan saat situasi dan kondisi komponen pemerintah lainnya tidak bisa menangani aksi terorisme.
Menurut Araf, pengerahan TNI dalam operasi militer selain perang merupakan upaya terakhir atau last resort.
(Baca: Polri: Selama Ini TNI Sudah Dilibatkan Dalam Penanganan Terorisme)
"Misalkan kalau penegak hukum tidak bisa menangani terorisme, maka pelibatan militer adalah yang terakhir," tutur Araf.
"Seperti di Poso ketika kepolisian tampak kewalahan menghadapi gerilya kelompok Santoso dan butuh bantuan maka militer dapat dilibatkan," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.