Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua BPK: Tidak Bisa Digeneralisir Semua Opini Diperdagangkan

Kompas.com - 28/05/2017, 02:30 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Moermahadi Soerja Djanegara menyatakan, dari kasus dugaan suap pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak bisa digeneralisir bahwa semua pemberian opini bisa diperdagangkan.

Hal ini disampaikan Moermahadi dalam konfrensi pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (27/5/2017).

"Jadi kalau ini tidak bisa digeneralisir, bahwa semua temuan apa opini itu nanti bisa didagangkan lah opini itu, itu enggak bisa," kata Moermahadi.

Baca juga: Suap Diduga Diberikan Pihak Kemendes ke BPK agar Dapat Opini WTP

Dia menjelaskan, dalam proses pemberian opini, mulanya itu dilakukan pemeriksaan oleh tim dari BPK, yang terdiri dari ketua tim, anggota, pengendali teknis, dan penanggung jawab proses.

Kriteria yang dilihat yakni apakah laporan keuangan itu disajikan sesuai dengan standar akuntansi atau audit, kecukupan bukti, sistem pengendalian internalnya, dan ketaatan dalam peraturan perundang-undangan.

"Nanti dari temuan-temuan itu tim akan melihat apakah itu akan berpengaruh secara material terhadap laporan keuangan atau tidak," ujar Moermahadi.

Temuan tersebut kemudian dibahas lebih lanjut untuk menjelaskan kenapa suatu opini tertentu diberikan. Hasilnya akan dipresentasikan di sidang badan.

"Baru nanti di badan akan melihat apakah mereka sudah sesuai dengan standar audit yang dilakukan oleh mereka, nanti di situ diputuskan opininya apa," ujar Moermahadi.

Moermahadi mengaku, dirinya tidak tahu dengan apa yang terjadi pada kasus suap yang melibatkan pejabat dan auditornya itu. Bahkan, ia mengaku sudah mencoba bertanya ke pimpinan KPK, tetapi pimpinan KPK juga menjawab agar dia menunggu proses penyidikan.

"Jadi nanti dari proses apa yang dilakukan oleh KPK sampai nanti ada kekuatan hukum di persidangan, baru kita tahu kira-kira mengapa terjadi itu. Kalau sekarang kita tidak bisa ikut (cari tahu)," ujar dia.

Baca juga: Kasus Suap Pejabat Kemendes ke BPK, Ini Uang yang Disita KPK

Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahadjo juga belum mengetahui apakah dari kasus ini berarti ada proses jual beli opini oleh BPK. "Belum, belum tahu," ujar Agus.

Kompas TV KPK Tetapkan 4 Tersangka dalam Suap Auditor BPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com