Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Janji Evaluasi Kebijakan Menteri Susi soal Cantrang

Kompas.com - 27/04/2017, 16:07 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com -- Presiden Joko Widodo sudah mendapat laporan mengenai kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang diprotes oleh nelayan.

"Ya, sudah ada satu, dua laporan yang saya dengar," ujar Jokowi saat diwawancara wartawan di sela kunjungan kerjanya di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (27/4/2017).

Namun, Jokowi belum dapat berkomentar lebih banyak mengenai kebijakan itu. Jokowi akan melihat seperti apa persoalan itu di lapangan terlebih dahulu. Jokowi pun akan memanggil Menteri Susi untuk mendapatkan penjelasan mengenai kebijakan tersebut.

"Saya akan mengevaluasi kebijakan yang telah dilakukan oleh Menteri KKP," ujar Jokowi.

"Tetapi percayalah pemerintah akan memberikan solusi yang paling baik untuk nelayan," lanjut dia.

(Baca: Nelayan Diberi Waktu 6 Bulan untuk Tinggalkan Kapal Cantrang)

Diberitakan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menimbulkan konflik antara kalangan nelayan dan aparat penegak hukum. Peraturan yang dimaksud yakni Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Dalam peraturan itu, nelayan dilarang menggunakan cantrang dalam menangkap ikan. Sebagai gantinya, KKP membagikan alat penangkap ikan pengganti cantrang yang dianggap lebih ramah lingkungan.

Namun persoalannya, dua tahun sudah kebijakan itu berjalan, KKP belum optimal dalam hal pembagian alat penangkap ikan pengganti cantrang.

(Baca: Kebijakan Menteri Susi Dianggap Picu Konflik, Nelayan Lapor Komnas HAM)

Data dari Kantor Staf Kepresidenan mencatat, hingga April 2017, baru sebanyak 605 nelayan dan 3 koperasi nelayan di seluruh Indonesia yang sudah mendapatkan alat penangkap ikan yang diperbolehkan KKP.

"Masih di bawah 10 persen dari total nelayan di Indonesia yang dibagikan," ujar Kepala KSP Teten Masduki di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/4/2017).

Karena terdesak kebutuhan ekonomi, mereka pun nekat melaut menggunakan alat penangkap yang lama. Di sisi lain, aparat penegak hukum di laut sudah mulai melaksanakan tugasnya. Alhasil, terjadilah ketidakadilan. Nelayan belum mendapat haknya, namun aparat sudah menangkapnya.

Teten berharap KKP segera menyelesaikan pembagian pengganti cantrang demi kesejahteraan nelayan di Indonesia.

"Memang harus segera dipercepat pembagian pengganti cantrang. Supaya para nelayan bisa segera melaut karena kan mereka terdesak kebutuhan ekonomi," ujar Teten.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com