JAKARTA, KOMPAS.com - Dibatalkannya kewenangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk mencabut Peraturan Daerah (Perda) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai berpotensi mengganggu program deregulasi nasional.
Sedianya program deregulasi nasional dicanangkan Presiden Jokowi untuk mempermudah arus investasi masuk ke Indonesia, khususnya di daerah.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan dengan adanya pembatalan kewenangan Mendagri itu, akan menimbulkan persoalan bila ditemui Perda yang menghambat masuknya investasi sebab Pemerintah Pusat tak lagi bisa mencabutnya.
"MK batalkan kewenangan Mendagri untuk cabut Perda ini akan bikin persoalan jadi lambat. Kami harap ada solusi untuk ini ke depannya," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/4/2017).
Untuk sementara waktu, Kemenkumham akan menguji seluruh rancangan Perda sebelum disahkan. Dengan demikian, Peeda yang disahkan teruji keabsahannya dan tak bertentangan dengan undang-undang.
"Sebelum disahkan harus kami buat review-nya. Sebelum diperdakan review dulu supaya enggak bertentangan dengan ketentuan di atasnya. Kami juga ingin ada revisi tata cara pembuatan peraturan perundangan supaya Kemenkumham punya kewenangan yang kokoh," lanjut Yasonna.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya menyayangkan putusan MK yang mencabut kewenangannya sebagai Mendagri untuk mencabut perda.
"Saya sebagai Mendagri jujur tidak habis pikir dengan putusan MK yang mencabut kewenangan Mendagri membatalkan Perda yang jelas-jelas menghambat investasi," kata Tjahjo, Kamis (6/4/2017).
Tjahjo menuturkan, pembatalan perda merupakan domain eksekutif. Perda, kata Tjahjo, merupakan produk dari pemerintah daerah antara kepala daerah dengan DPRD.
Menurut Tjahjo, penghilangan kewenangannya dalam mencabut Perda akan berimplikasi pada program pemerintah. Di antaranya, program deregulasi untuk investasi secara terpadu antara pemerintah pusat dan daerah akan terhambat.