JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah didakwa menyuap empat pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Suap tersebut diduga terkait proyek pengadaan monitoring satelit di Bakamla.
"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu," ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kiki Ahmad Yani, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/13/2017).
Menurut jaksa, pemberian uang terhadap empat pejabat Bakamla dilakukan untuk memenangkan perusahaan yang dimiliki Fahmi, yakni PT Melati Technofo Indonesia, dalam pengadaan monitoring satelit.
Anggaran proyek tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara perubahan (APBN-P) Tahun 2016.
(Baca: Sidang Perdana, Fahmi Darmawansyah Ditemani Inneke Koesherawati)
Keempat pejabat Bakamla yang diduga menerima suap yakni, Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi sebesar 100.000 dollar Singapura dan 88.500 dollar AS, dan 10.000 Euro.
Eko juga sebagai Sekretaris Utama Bakamla dan kuasa pengguna anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016.
Kemudian, Bambang Udoyo, selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla sebesar 105.000 dollar Singapura. Ia juga merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Selanjutnya, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan sebesar 104.500 dollar Singapura, dan Tri Nanda Wicaksono selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sestama Bakamla sebesar Rp 120 juta.
Keikutsertaan perusahaan milik Fahmi diawali kedatangan politisi PDI Perjuangan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi dan Kepala Bakamla Arie Soedewo ke Kantor PT Merial Esa di Jalan Imam Bonjol, Jakarta.
Dalam pertemuan itu, Ali Fahmi menawarkan Fahmi Darmawansyah untuk bermain proyek di Bakamla.
Namun, Fahmi diminta untuk mengikuti arahan Ali Fahmi, dan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.
Selanjutnya, Ali Fahmi mengatakan kepada Fahmi bahwa anggaran telah disetujui sebesar Rp 400 miliar.
Untuk itu, Ali Fahmi meminta pembayaran fee di muka sebesar 6 persen dari nilai anggaran.