JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan mengatakan, terbitnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi tidak perlu menjadi momok.
Korporasi tidak akan bangkrut hanya karena mendapatkan hukuman.
"Kalau denda-denda kita itu sebetulnya masih sangat kecil bahkan kalau di negara lain diatur denda tidak terbatas. Tergantung kasusnya," kata Agustinus, dalam sosialisasi Perma 13/2016 di kawasan Sudirman, Jakarta, Selasa (21/2/2017).
Agustinus menyoroti denda yang dijatuhkan kepada perusahaan Roll-Royce.
Perusahaan produsen mesin jet pesawat dan mobil mewah itu didenda sekitar Rp 11 triliun terkait suap penjualan mesin jet.
Agustinus menilai, meski denda itu tergolong besar, tetapi tidak akan membuat bangkrut korporasi.
"Kalau dia perusahaan nakal dan takut, ya bagus. Buat apa perusahaan nakal di Indonesia," ujar dia,
Agustinus menyebutkan, Perma 13/2016 akan memberikan kepastian hukum kepada korporasi.
Korporasi hanya akan dijatuhkan denda apabila telah ditetapkan sebagai terdakwa, diberikan kesempatan membela diri, dan dinyatakan terbukti bersalah.
Sebelumnya, Ketua MA Hatta Ali mengatakan, denda korporasi hanya dikenakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Namun, jika korporasi itu tidak sanggup membayar denda yang dikenakan, maka aparat berhak menyita aset korporasi itu sebagai ganti kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindak pidananya untuk kemudian dilelang.
Hatta mengatakan, Perma 13/2016 disusun berdasarkan komunikasi dengan sejumlah aparat penegak hukum, mulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, Polisi hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.