JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly membenarkan adanya rencana pemerintah terkait penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (TSS) melalui jalur non yudisial atau rekonsiliasi.
Menurut Yasonna, rencana tersebut telah ditetapkan melalui beberapa kali rapat dan diputuskan bahwa jalur rekonsiliasi merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kasus TSS.
"Rencana itu sudah beberapa kali dibicarakan. Jadi daripada kita harus pro yustisia ya dicari lah jalan yang lebih baik, sebaiknya kita selesaikan dengan cara non yudisial," ujar Yasonna saat ditemui di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017).
(Baca: Pemerintah Putuskan Penyelesaian Kasus Trisakti dan Semanggi Melalui Jalur Rekonsiliasi)
Menurut Yasonna, keputusan tersebut salah satunya berangkat dari alasan Kejaksaan Agung yang kesulitan dalam mencari alat bukti dalam proses penyidikan.
Dengan demikian, kasus TSS dinilai mustahil untuk diselesaikan melalui pengadilan HAM ad hoc. Selain itu, kata Yasonna, untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc dibutuhkan persetujuan dari DPR.
"Kejaksaan mengatakan sulit sekali mendapat bukti-bukti, karena itu sulit sekali untuk dibawa ke pengadilan," ucap Yasonna.
(Baca juga: Pelanggaran HAM Masa Lalu Diselesaikan Melalui Rekonsiliasi karena Sulit Bukti dan Saksi)
Meski demikian Yasonna mengakui bahwa pemerintah belum menemukan konsep rekonsiliasi yang tepat untuk menyelesaikan kasus TSS.
Untuk membuat konsep rekonsiliasi tersebut, lanjut Yasonna, Presiden Joko Widodo akan membentuk sebuah tim perumus yang melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dan pegiat HAM.
"Kemarin kan kami sudah sepakati akan ada satu tim, melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, itu sudah kami pikirkan," tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto. Saat coba dikonfirmasi Kompas.com, Wiranto membenarkan adanya rencana rekonsiliasi dalam menuntaskan kasus TSS.
Namun, Wiranto belum bisa menjelaskan konsep rekonsiliasi yang akan diterapkan oleh pemerintah.
"Iya itu ada. Nanti saya jelaskan. Saya belum bisa jelaskan sekarang," ujar Wiranto singkat.
Hasil penyelidikan Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II pada bulan Maret 2002, menyatakan bahwa ketiga tragedi tersebut bertautan satu sama lain.
KPP HAM TSS juga menyatakan, bahwa "…terdapat bukti-bukti awal yang cukup bahwa di dalam ketiga tragedi telah terjadi pelanggaran berat HAM yang antara lain berupa pembunuhan, peganiayaan, penghilangan paksa, perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik yang dilakukan secara terencana dan sistematis serta meluas…".
(Baca juga: Komnas HAM: Belum Ada Kesepakatan Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu)
Komnas HAM melalui KPP HAM TSS merekomendasikan untuk melanjutkan penyidikan terhadap sejumlah petinggi TNI/POLRI pada masa itu.
Namun, hingga saat ini Kejaksaan Agung belum meneruskan berkas penyelidikan tersebut ke tahap penyidikan.