JAKARTA, KOMPAS.com - Dana desa yang sudah berlangsung selama dua tahun belakangan ternyata tidak memberikan dampak langsung pada peningkatan kesejahteraan. Desa-desa tertinggal masih tidak berkurang dan tetap berada pada garis kemiskinan.
Deputi Bidang Pembangunan, Desa, dan Kawasan Kemenko PMK, Nyoman Shuida menganggap dana desa yang ditetapka sebesar Rp 1,1 miliar per desa masih dianggap kurang untuk desa tertinggal.
“Desa terpencil yang daerahnya kepulauan pastinya beda dengan yang berada di compact area. Lebih high cost. Oleh karena itu kita harus membuat kebijakan yang memihak, affirmative policy, dengan meng-exercise kembali pagu dana desa yang sudah dialokasikan pusat,” ujar Nyoman dalam acara diskusi di Jakarta, Selasa (1/2/2017).
Ia menjelaskan saat ini terdapat 5.000 desa tertinggal. Setiap desa sudah mendapat dana sejumlah Rp 1,1 miliar dari total anggaran Rp 60 triliun.
Namun, khusus untuk desa tertinggal, seharusnya setiap desa mendapat dana tambahan lagi yang diambil dari pagu anggaran. Dana tambahan tersebut di luar dari jumlah dana yang sudah seharusnya diterima.
(Baca: Jokowi: Awas, Kalau Ada yang Potong Dana Desa, Saya Kejar!)
“Jadi ibaratnya satu desa tertinggal sudah dapat Rp X, maka dengan reformulasi ini mereka dapat Rp X+1,” ucap Nyoman.
Reformulasi ini juga diharapkan dapat membantu pencapaian target pengentasan 5.000 desa dari status tertinggal menjadi berkembang dan mewujudkan 2.000 desa mandiri di tahun 2019.
Target tersebut, diakui Nyoman, cukup berat mengingat saat ini menurut catatan indeks pembangunan desa jumlah desa tertinggal mencapai 40-45 persen dari total jumlah desa di seluruh Indonesia.
Selain itu, saat ini Kemenko PMK juga tengah mendorong 19 kementerian yang sudah memiliki program-program di desa sasaran untuk membantu kebutuhan yang bersifat high cost economy.