JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Hakim Konstitusi Patrialis Akbar yang kini menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) memunculkan wacana revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menilai, salah satu persoalan hulunya adalah dari rekrutmen hakim konstitusi yang kini masih belum seragam di antara tiga lembaga yang berwenang menunjuk, yaitu pemerintah, DPR, dan Mahkamah Agung (MA).
"Dalam Pasal 24C UUD 1945 disebutkan bahwa hakim konstitusi diusulkan "oleh" bukan "dari" pemerintah, DPR, dan MA," ujar Suparman dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Sabtu (28/1/2017).
Poin tersebut, kata dia, perlu ditegaskan dalam UU MK mengenai mekanisme penunjukan. Terutama menekankan prinsip transparan dan partisipatif.
Masalahnya, dalam Pasal 20 UU MK disebutkan bahwa tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan hakim konstitusi diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang.
"Problemnya di sini. Karena mekanisme ditentukan oleh masing-masing lembaga. Ini harusnya direvisi. Ditentukan dalam UU," kata dia.
Ia mencontohkan penunjukan Patrialis yang dilakukan langsung oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebelumnya, SBY sendiri pernah menunjuk hakim konstitusi melalui mekanisme tim seleksi.
Begitu juga pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. "Jaman Pak SBY dia menggunakan berbagai cara. Jaman Bang Buyung (Adnan Buyung Nasution) di Wantimpres pakai tim seleksi tapi periode berikutnya main tunjuk saja. Seperti yang berlaku pada Patrialis," ucap Suparman.
"Jokowi pakai tim seleksi. Terpilih Palguna (Hakim Konstitusi I Gede Dewa Palguna)," sambungnya. Ucapan permohonan maaf dari Ketua MK, Arief Hidayat, menurutnya masih belum cukup.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi III DPR, Saiful Bahri Ruray, mengatakan wacana untuk menata ulang MK berkembang di internal komisi. Mulai dari sistem rekrutmen, pengertian "dari" dan "oleh", hingga informasi bahwa Patrialis ditangkap bukan dalam rangka Operasi Tangkap Tangan.
"Ada usulan dari Pak Akbar Faisal bagaimana kalau kita melakukan gelar perkara ala Komisi III," kata Saiful.
Namun, Saiful mengatakan, kasus yang menimpa Patrialis memengaruhi Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim yang kini tengah bergulir di DPR.
Mekanisme rekrutmen, kata dia, perlu dibuat secara terpadu antara tiga lembaga yang berwenang menunjuk hakim konstitusi. "Mungkin harus diperkuat dengan kejadian ini. Mekanisme rekrutmen," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.