Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Dalami Lebih Jauh Motif Suap untuk Patrialis Akbar

Kompas.com - 26/01/2017, 21:15 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Konstitusi Patrialis Akbar ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah diduga menerima suap Rp 2,15 miliar.

Menurut KPK, suap tersebut terkait pengurusan perkara judicial review (uji materi) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/1/2017), Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif mengatakan, penyidik KPK sedang meneliti apakah suap tersebut diberikan untuk menunda pembacaan putusan, atau ada hal-hal lain yang diinginkan oleh pemberi suap.

 Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, Patrialis menyanggupi memberikan bantuan terkait penanganan uji materi tersebut.

"Setelah pembicaraan, PAK (Patrialis) menyanggupi membantu agar permohonan uji materi perkara nomor 129/puu/XII/2015 itu dapat dikabulkan MK," ujar Basaria.

(Baca: KPK: Patrialis Janjikan Uji Materi UU No 41/2014 Dikabulkan MK)

Pemberi suap dalam perkara ini adalah Basuki Hariman.

Menurut Basaria, Basuki memiliki sekitar 20 perusahaan yang bergerak di bidang impor daging.

Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, melakukan pendekatan kepada Patrialis, agar bisnis impor daging perusahaannya dapat lebih lancar.

(Baca: Patrialis Akbar Diduga Menerima Hadiah Rp 2,15 Miliar)

"Kalau perkara sudah ada nomor, idealnya sudah selesai dan tinggal dibacakan. Tapi kalau soal suap untuk penundaan, ini masih didalami," kata Basaria.

Kompas TV Patrialis Akbar Ditangkap KPK, Ketua MK Meminta Maaf
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com