JAKARTA, KOMPAS.com - Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhammad Santoso, dituntut hukuman 7,5 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Santoso dinilai terbukti menjadi perantara suap untuk hakim.
"Menuntut supaya majelis hakim memutuskan menyatakan terdakwa M Santoso terbukti secara meyakinkan, bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama," ujar Jaksa Ali Fikri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/1/2017).
Selain pidana penjara, jaksa juga menuntut agar Santoso membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dalam pertimbangan, jaksa menilai perbuatan Santoso selaku bagian dari penegak hukum telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap peradilan, yang merupakan ujung tombak pemberantasan korupsi.
Selain itu, perbuatannya telah mencoreng Mahkamah Agung yang sedang memulihkan citra lembaga peradilan.
Menurut Jaksa, Santoso terbukti melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Santoso didakwa menerima suap sebesar 28.000 dollar Singapura. Dari jumlah tersebut, sebesar 25.000 dollar rencananya akan diberikan kepada hakim untuk memengaruhi putusan perkara hukum yang sedang ditangani.
Suap tersebut diberikan oleh pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah melalui stafnya Ahmad Yani.
Perkara yang dimaksud yakni, gugatan perdata antara PT Mitra Maju Sukses (MMS) melawan PT Kapuas Tunggal Persada (KTP), Wiryo Triyono dan Carey Ticoalu.
Dalam perkara tersebut, Raoul merupakan penasehat hukum pihak tergugat, yakni PT KTP.
Perkara tersebut ditangani oleh tiga majelis hakim, yakni Partahi Tulus Hutapea, Casmaya dan Agustinus Setya Wahyu.
Dalam kasus ini, Santoso didakwa bersama-sama dengan dua hakim, yakni Partahi dan Casmaya. Melalui fakta persidangan, jaksa KPK meyakini bahwa telah terjadi kerja sama dan kesepakatan antara Santoso dan kedua hakim.