JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 12 juta warga Indonesia terancam kehilangan hak dasarnya karena kesulitan mengakses pelayanan publik.
Komisioner Ombudsman RI Ahmad Suaedy mengatakan, kesulitan ini terjadi karena pemerintah dianggapnya masih bersikap diskriminatif dalam memberikan akses pelayanan publik, khususnya dalam administrasi kependudukan (adminduk) dan pencatatan sipil.
"Ada kurang lebih 12 juta masyarakat yang terancam kehilangan atau kesulitan memperoleh hak-hak dasarnya karena terhambat dalam pelayanan adminduk dan pencatatan sipil," ujar Suaedy, di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Sebanyak 12 juta warga yang terancam kehilangan haknya merupakan para penghayat agama dan kepercayaan minoritas di Indonesia.
Berdasarkan data Kemendikbud tahun 2016, 12 juta warga ini tergabung dalam 1.200 organisasi penghayat agama dan kepercayaan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Suaedy mengatakan, mereka tak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) karena sulitnya akses pelayanan adminduk dan pencatatan sipil.
Hal ini mengakibatkan hak dasar mereka, seperti hak penghidupan, ekonomi, pendidikan, kesehatan, serta hak politik pemerintahan sulit didapatkan.
"Misalnya ada yang tidak bisa menjadi PNS karena tidak punya KTP, ada yang tidak bisa menikah. Ini sangat merugikan," tutur Suaedy.
Ia menilai, selama ini pemerintah masih beranggapan bahwa pelayanan publik hanya diberikan kepada warga yang menganut enam agama besar di Indonesia.
Dasar yang digunakan adalah ketentuan tentang agama yang diakui negara pada Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
"Padahal, pada prinsipnya tidak ada pelarangan agama-agama lain mendapatkan akses pelayanan publik. Bahkan menjamin secara penuh keberadaan agama-agama di Indonesia sesuai Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 mendapat bantuan dan perlindungan," kata Suaedy.
Ia meminta pemerintah membuat terobosan dalam memberikan akses pelayanan publik bagi kelompok penghayat agama dan kepercayaan minoritas.
"Pemerintah harus punya terobosan memberikan pelayanan publik secara sama dan setara kepada mereka, khususnya kepada minoritas. Karena pelayanan publik ini menjadi hak semua warga negara," kata Suaedy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.