Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Pelapor Tuntut Polri Tahan Ahok

Kompas.com - 23/11/2016, 18:50 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lima dari 15 pelapor dugaan penistaan agama menyambangi kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (23/11/2016).

Mereka menuntut penahanan terhadap Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang sudah menjadi tersangka kasus dugaan penistaan agama.

"Kami sudah memasukkan surat permohonan kepada Bareskrim dan tembusan Kapolri, DPR RI, Ombudsman, dan Kompolnas," ujar Pedri Kasman, Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu petang.

Pihak pelapor yang datang ke Bareskrim yaitu perwakilan dari Persatuan Islam (Persis), Forum Anti Penistaan Agama (FAPA), dan Irena Center. Pedri mengatakan, kondisi di masyarakat kini kian meresahkan.

Hal tersebut dikarenakan gerakan menuntut penahanan Ahok kian besar. Bahkan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian sampai mengeluarkan pernyataan bahwa akan terjadi gerakan makar pada aksi demonstrasi berikutnya.

"Hari ini Bapak Tito sebagai Kapolri sangat sibuk ke sana ke mari mengunjungi kelompok-kelompok masyarakat dalam rangka meredam gejolak massa yang kami perkiraan pada 2 Desember besok akan mencapai puncaknya," kata Pedri.

Pedri meyakini unsur obyektif dan subyektif untuk penahanan sudah terpenuhi. Jika Ahok masih dibiarkan di luar tahanan, ia khawatir muncul gejolak di masyarakat.

Terlebih lagi, kata Pedri, tersangka penista agama selama ini pasti dilakukan penahanan.

"Selama ini seluruh tersangka kasus penodaan agama ditahan. Baru kali ini tidak ditahan, ini kan istimewa sekali. Itu kan patut kita pertanyakan," kata Pedri.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menegaskan bahwa tak perlu ada lagi desakan ke polisi soal penahanan Ahok. Penyidik menganggap belum ada urgensi melakukan penahanan terhadap Ahok.

(Baca juga: Kapolri Berkomitmen Mengawal Kasus Ahok hingga Proses Persidangan)

Menurut dia, penahanan dilakukan dengan syarat obyektif dan subyektif. Syarat tersebut antara lain ada upaya melarikan diri, menghilangkan bukti, dan mengulangi perbuatan yang sama.

"Alat buktinya (untuk penahanan) harus telak dan mutlak," kata Tito.

(Baca juga: Polri: Belum Ada Urgensi Menahan Ahok)

Lagipula, kata Tito, dalam undang-undang disebutkan bahwa sifat penahanan tidak wajib dilakukan selama tidak memenuhi syarat tersebut.

Tito meyakini tensi terhadap kasus ini meningkat lantaran disusupi oleh kelompok-kelompok tertentu yang punya kepentingan politis.

"Kepada kelompok yang punya agenda politik, saya ingatkan jangan provokasi masarakat untuk ke kepentingaan saudara sendiri," kata Tito.

(Baca juga: Kapolri Pertanyakan Motif Pihak yang Ngotot Minta Ahok Ditahan)

Kompas TV Berkas Kasus Ahok Sudah Rampung 70%
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Datang ke MK, FPI, PA 212, dan GNPF Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Datang ke MK, FPI, PA 212, dan GNPF Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com