JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Juri Ardiantoro mengatakan, seseorang yang telah ditetapkan sebagai calon kepala daerah dalam Pilkada tidak boleh mengundurkan diri.
Menurut Juri, calon kepala daerah yang mengundurkan diri atau menarik dukungan partai politik dapat dikenai tindak pidana sesuai ketentuan yang berlaku.
"Pada saat dia ditetapkan, tidak boleh mengundurkan diri dan tidak boleh menarik dukungan partai politik," ujar Juri di Hotel Ibis, Jakarta, Jumat (11/11/2016).
Pernyataan ini menanggapi ucapan petahana Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang mengaku ada pihak yang mendorongnya untuk mundur dari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.
Ahok diminta mundur karena dianggap akan terus membuat suasana tidak kondusif.
Juri menuturkan, pembatalan status calon kepala daerah hanya bisa dilakukan jika yang bersangkutan diketahui tidak memenuhi syarat atau meninggal dunia.
"Misalnya diketahui ijazahnya palsu maka dia bisa dibatalkan, atau meninggal dunia," ucap Juri.
Selain itu, calon kepala daerah yang dipidana sebelum tahapan pemungutan suara juga bisa dibatalkan statusnya.
Hanya, kata Juri, pembatalan bisa dilakukan jika putusan pidana terhadap calon kepala daerah tersebut sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Pembatalan calon kepala daerah bisa dilakukan kalau sudah inkrah putusan pidananya. Jika sudah divonis kalau masih banding tetap boleh mencalonkan," ucap Juri.
Juri menuturkan, jika pembatalan dilakukan 30 hari sebelum tahapan pemungutan suara, pihak terkait dapat mengganti yang bersangkutan dengan kandidat lain.
"Misalnya Pilkada tanggal 15 Februari. Sebelum tanggal 15 Januari calon itu dibatalkan karena tidak memenuhi syarat, dipidana, atau karena calon meninggal dunia, boleh diganti," tutur Juri.