JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani menilai paket reformasi hukum yang dikeluarkan pemerintah masih belum mengatasi inti permasalahan hukum di Indonesia.
Itu karena, paket tersebut hanya terfokus pada masalah pungutan liar (pungli).
Menurut Ismail, pungli hanyalah permasalahan pada hilir sektor hukum di Indonesia.
"Ternyata paket reformasi hukum yang dikeluarkan tidak greget. Buat kami paket yang dinanti-nanti itu harusnya soal fundamental dan memberikan efek kejut," ujar Ismail di Kantor Setara Institute, Jakarta, Minggu (23/10/2016).
(Baca: Dua Tahun Jokowi-JK, Waketum Gerindra Sebut Banyak Janji yang Belum Terealisasi)
Ismail menuturkan, pembentukan Satuan Tugas 'Sapu Bersih Pungli' sebenarnya cukup baik.
Pungli, kata Ismail, cukup berbahaya karena berdampak luas pada masyarakat. Hanya, Ismail khawatir jika paket reformasi hukum tersebut tidak dapat mengakselerasi institusi-institusi hukum untuk membenahi internal mereka.
Sehingga, proses reformasi penegakan hukum sesuai Nawacita pun menjadi terhambat.
"Pungli itu memang berbahaya karena nilainya luar biasa. Tetapi saya khawatir ini tidak akan memberikan efek kejut yang luar biasa sehingga mampu mengakselerasi institusi-institusi di bidang hukum yang relevan," ucap Ismail.
(Baca: Dua Tahun Pemerintahan, Jokowi-JK Dinilai Belum Serius Tegakkan HAM)
Untuk itu, Ismail meminta agar pemerintah nantinya mengeluarkan paket lanjutan yang mampu membenahi permasalahan inti dalam aspek penegakan hukum.
Menurut Ismail, pemerintah harus mempertimbangkan tiga kriteria saat menciptakan paket reformasi penegakan hukum jilid dua.
"Ada tiga kriteria untuk menyimpulkan mana yang prioritas. Ini harus berhubungan dengan hak fundamental, berdampak luas, dan minim risiko secara politik," tutur Ismail.