Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Tahun Diterapkan, Hukum Pidana Islam Dinilai Belum Cocok untuk Aceh

Kompas.com - 23/10/2016, 16:57 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat sipil Untuk Advokasi qanun jinayat menggelar konfrensi pers terkait hukum pidana Islam atau yang disebut dengan Hukum Jinayat (qanun jinayat) di Aceh.

Aturan tersebut tertuang dalam Perda Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.

Konfrensi pers digelar dalam rangka berefleksi atas satu tahun berlakunya Perda tersebut.

Koalisi ini menilai, aturan tersebut berpotensi mengakibatkan kekerasan berlapis terhadap perempuan.

Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Ayu Ezra Tiara menilai, penerapan qanun jinayat terkesan dipaksakan sejak awal.

Hal itu terlihat dari pembahasannya yang terburu-buru. Selain itu, tidak melibatkan dan mempertimbangkan banyak masukan masyarakat.

"Qanun belum dapat diterapkan di Indonesia. Jika merujuk negara Islam, Arab saja untuk kodifikasi hukum Islam membutuhkan waktu yang lama," ujar Ayu di LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Minggu (23/10/2016).

Data Monitoring Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyebut, sepanjang 2016 Mahkamah Syariah Aceh telah memutuskan sekitar 221 putusan perkara jinayat.

Sedikitnya 180 terpidana telah dieksekusi cambuk di seluruh wilayah Aceh sejak Januari hingga September 2016.

Adapun daerah yang memutus perkara jinayat terbanyak adalah Banda Aceh yakni 40 perkara, di Kualasimpang diputuskan 29 perkara, Kutacane 24 perkara, Blangkejeren dan Jantho, 21 perkara, dan Langsa sebanyak 17 perkara.

Menurut Ayu, meskipun satu tahun berjalan namun hukum tersebut belum tepat diterapkan. Selain karena pembuatannya terkesan dipaksakan, di sisi lain hukum di Indonesia sangat dinamis.

"Kalau kita hanya main kodifkasi saja, itu tidak bisa. Keadaan hukum di Indonesia juga berubah-ubah, jadi apakah bisa diterapkan?," Kata dia.

Sementara itu, Ketua Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika, Nia Sarifudin menyoroti minimnya sosialisasi dan diskusi sebelum aturan tersebut ditetapkan.

Menurut Ika, keterlibatan masyarakat dalam menyusun qanun jinayat sangat minim.

"Diskusi soal qanun, kualitas waktu dan pembahasannya itu masih minim. Pelibatan masyarakat, risetnya, juga sosialisasinya," kata dia.

Lebih dari itu, lanjut dia, sosialisasi masih menjadi permasalahan penerapan aturan di Aceh. 

"Bukan hanya qanun Aceh, tapi semua kebijakan pemerintah pusat dan daerah minim sosialisasi. Misalnya UU Perlindungan Anak, itu belum dipahami oleh masyarakat," kata dia.

Koalisi masyarakat ini diantaranya, Solidaritas Perempuan, Institute Criminal Justice Reform (ICJR), LBH Jakarta, YLBHI, Kontras, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), dan LBH Satu Keadilan Bogor.

Lalu, Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), LBH Apik, CEDAW Working Group Initiative (CWGI), PSHK, Solidaritas Perempuan Bungoeng Jeumpa Aceh, AJI Aceh, LBH Aceh, dan Kontras Aceh, Lingkar Sahabat SP Aceh.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com