Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Capres "Orang Indonesia Asli", Usulan yang Tak Relevan dengan Zaman

Kompas.com - 06/10/2016, 08:44 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Musyawarah Kerja Nasional I Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menghasilkan berbagai rekomendasi. Salah satu rekomendasi itu adalah amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

PPP ingin mengubah klausul di dalam Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 tentang syarat calon presiden.

Dalam pasal itu disebutkan, "Calon presiden dan calon wakil presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil presiden".

PPP ingin butir pasal tersebut menjadi: "Calon presiden dan calon wakil presiden harus seorang warga negara Indonesia asli sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil presiden".

(Baca: "Capres Asli Indonesia" dan Kewajiban Memilih Calon Muslim Jadi Rekomendasi Mukernas PPP)

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan sulit untuk mendefinisikan kata "Indonesia asli" yang dimaksud. Usulan PPP dinilai sudah tak relevan jika dilihat dari konteksnya.

"Memang dalam UUD 45 kata 'asli' itu ada maksudnya. Ada konteks zamannya," kata Asep saat dihubungi, Rabu (6/10/2016) malam.

"Dulu khawatir yang jadi presiden adalah orang-orang Belanda, Jepang, orang asing. Makanya founding fathers kita menggunakan kata 'asli'. Karena UU Kewarganegaraan kan belum dibentuk waktu itu," ujarnya.

Namun, menurut Asep, untuk konteks saat ini, sulit untuk memaknai kata "Indonesia asli" yang dimaksud.

Pendefinisian kata "Indonesia asli" tak serta-merta bisa langsung dirumuskan dalam undang-undang terkait, namun harus dipaparkan jelas dalam UUD 1945 itu sendiri, baru kemudian diatur lebih lanjut dalam undang-undang.

Hal tersebut dimaksudkan agar definisinya tidak sembarangan digunakan atau berubah.

"Kalau langsung diterjemahkan oleh undang-undang, bisa berbahaya. Akan menyulitkan lagi, kata 'asli' seperti apa," tuturnya.

Usulan itu pun dinilai Asep sebagai sebuah kemunduran dari segi hukum. Sebuah pembaruan hukum seharusnya lebih progresif, jelas, terukur, rasional, logis, dan berorientasi pada kepentingan negara.

"Jadi kalau hukumnya sekarang memandang seperti itu maka enggak maju hukum kita," kata Asep.

Sejumlah politisi lintas partai pun angkat bicara terkait usulan tersebut. Ketua DPP Partai Hanura Dadang Rusdiana, misalnya, menilai usulan tersebut tak relevan.

Halaman:


Terkini Lainnya

Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com