Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Pembunuhan Salim Kancil Dinilai Belum Sentuh Aktor Intelektual

Kompas.com - 26/09/2016, 20:31 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidikan kasus pembunuhan Salim Kancil diyakini belum menyentuh aktor utama. 

Salim adalah aktivis lingkungan yang dibunuh sejumlah orang lantaran getol menolak aktivitas penambangan pasir di Desa Selok Awar-awar, Pasirian, Lumajang, tahun lalu. 

Kepala Divisi Advokasi Hak Ekonomi Sosial Budaya Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Ananta Setiawan mengatakan, proses hukum kasus kematian Salim Kancil hanya menyasar pelaku lapangan.

Pasalnya, perusahaan tambang yang diduga terlibat, bahkan bisa jadi sebagai otak kejahatan, belum pernah diadili.

"Kasus ini bukan hanya melibatkan Kades Selok Awar-awar yang ditahan pihak kepolisian. Ada banyak perusahaan-perusahaan besar yang bermain di situ. Itu belum pernah terungkap," kata Ananta usai aksi diam di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (26/9/2016).

Selain itu, lanjut Ananta, adanya dugaan gratifikasi yang dilakukan perusahaan tambang kepada sejumlah pihak belum ditelusuri penyidik kepolisian.

Padahal, dugaan tersebut sudah disaksikan dalam persidangan oleh Kepala Desa Selok Awar-awar, Hariyono.

(Baca: Kontras Peringati Satu Tahun Kematian Salim Kancil)

"Belum lagi kesaksian kades yang menyebutkan ada penyaluran uang sekian juta sebagai bentuk gratifikasi juga tidak pernah tersentuh sampai sekarang," tambah Ananta.

Ananta menuturkan, kasus ini semakin menunjukkan ketidakberpihakan negara ketika proses peradilan terkait kasus Salim Kancil masih lambat dilakukan.

"Pengadilannya sangat lambat, bertele-tele, tidak bisa dijadikan benchmark untuk mendorong negara membuat semacam perlindungan terhadap penegak HAM yang sekarang trennya diserang di sektor sumber daya alam," ucap Ananta.

Atas dasar itu, kata Ananta, pihaknya berencana mengawal kasus ini dengan menyambangi lembaga negara untuk menagih komitmen dalam penyelesaian kasus tambang pasir ilegal di Lumajang.

"Kita akan sambangi beberapa lembaga mengenai kasus Salim Kancil mulai dari Komnas Ham, KPK, sampai Kepolisian untuk kembali menagih komitmen mereka terhadap kasus tambang pasir ilegal. Apa perlu ada Salim Kancil berikutnya sehingga mereka mau mengoreksi diri dan menyelesaikan kasus ini sampai tuntas," kata Ananta.

Aksi pengeroyokan kepada Salim Kancil dan kolega Salim, Tosan terjadi pada akhir September 2015. Aksi kekerasan itu adalah buntut penolakan terhadap aktivitas tambang pasir ilegal di Lumajang.

Atas aksi itu, Salim Kancil tewas mengenaskan, sementara Tosan mengalami luka parah.

Pengadilan mengadili lebih dari 30 orang untuk kasus ini. Hariyono, Kepala Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, yang disebut sebagai otak pembunuhan Salim Kancil divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya.

Selain karena kasus pembunuhan Salim Kancil, dia juga didakwa atas kasus tambang ilegal dan kasus pencucian uang.

Kompas TV 2 "Otak" Pembunuhan Salim Kancil Divonis 20 Tahun
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com