JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta menyetujui penetapan mantan anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti, sebagai justice collaborator.
Damayanti dinilai bertindak sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.
Hal tersebut dikatakan anggota Majelis Hakim Sigit Herman Binaji, saat membacakan putusan terhadap Damayanti di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/9/2016).
Damayanti dinilai terbukti menerima suap Rp 8,1 miliar.
"Majelis sependapat pada jaksa dan pimpinan KPK bahwa terdakwa patut disematkan status sebagai justice collaborator, atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum," ujar hakim Sigit, di Pengadilan Tipikor Jakarta.
(Baca: Damayanti Divonis 4,5 Tahun Penjara)
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai, Damayanti telah mengakui perbuatannya dan berterus-terang sehingga perkara hukum menjadi jelas.
Ia dianggap telah membuka perbuatan pihak lain yang terlibat, yakni pengusaha Abdul Khoir, dan dua staf Damayanti, yaitu Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.
Keterangan Damayanti juga membuat terang mengenai adanya skenario oleh pihak-pihak tertentu di Komisi V DPR serta pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dalam rangka pengurusan persetujuan anggaran Kementerian PUPR dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
Selain itu, keterangan Damayanti telah membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menetapkan tersangka lain, yakni anggota Komisi V DPR, Budi Supriyanto dan Andi Taufan Tiro, serta Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary.
"Dengan demikian, penetapan justice collaborator harus dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan," kata hakim Sigit.
Damayanti dijatuhi hukuman pidana selama 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
(Baca: Damayanti Minta Hak Politiknya Tak Dicabut)
Putusan tersebut jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa berupa hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Damayanti terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Ia didakwa menerima suap sebesar Rp 8,1 miliar dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Anggota Fraksi PDI-P tersebut didakwa secara bersama-sama dengan anggota Komisi V lainnya, Budi Supriyanto, dan dua orang stafnya, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.