KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan Badan Pengawasan Obat dan Makanan, perlu diperkuat untuk mengawasi peredaran obat palsu.
"Selama ini BPOM tidak memiliki wewenang untuk menangkap atau menggeledah, maka perlu penguatan lembaga tersebut untuk mengawasi obat palsu," kata Tulus Abadi di Jakarta, Jumat (29/7/2016).
Dia mengatakan, Ketua BPOM yang baru Penny Kusmastuti Lukito oleh Presiden Joko Widodo menunjukkan keinginan negara memperkuat lembaga tersebut.
Kasus vaksin palsu adalah bagian kecil dari pemalsuan obat-obatan di Indonesia, dia mengatakan penegakan hukum untuk kasus obat palsu haruslah dari hulu.
YLKI juga menilai pemberian hukuman kepada pembuat vaksin palsu dinilai masih ringan. Sehingga, hal itu tidak memberikan efek jera kepada pelaku.
Pihaknya juga menyoroti masih lemahnya audit pengawasan intern terhadap lembaga kesehatan, termasuk banyak rumah sakit yang belum terakreditasi.
"Dari 14 rumah sakit yang diduga menggunakan vaksin palsu sebagian besar belum terakreditasi. Di seluruh Indonesia hanya 50 persen rumah sakit yang telah mendapat akreditasi," kata dia.
Peredaran vaksin dan obat-obatan palsu membuat tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga kesehatan dan berkurang, padahal lembaga kesehatan adalah benteng terakhir untuk menjaga kesehatan masyarakat.
"Akhirnya pasien akan memilih berobat alternatif yang belum teruji secara medis, dan bisa-bisa terjerumus kepada perdukunan. Padahal tugas negara untuk menjaga kesehatan masyarakatnya," ucap Tulus.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo akan menambah kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
(Baca: Jokowi Akan Tambah Kewenangan BPOM untuk Perkuat Penindakan)
Presiden ingin BPOM tidak hanya berwenang dalam hal administrasi dan pengawasan obat dan makanan, namun juga memiliki 'taring' untuk melakukan penindakan kepada pihak yang melanggar aturan.
"Pak Presiden memerintahkan saya mengkaji, mempelajari, bagaimana penguatan BPOM ini," ujar Pramono Anung di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/7/2016).
(Aubrey Kandelila Fanani/ant)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.