JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Aradila Caesar mengatakan, banyak persoalan mengenai hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi. Salah satunya terkait kualitas hakim-hakim tersebut.
"Pengakuan Mahkamah Agung, banyak hakim ad hoc yang tidak baik secara kualitas. Banyak yang malas buat putusan, dan lain sebagainya," tutur Aradila di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (23/7/2016).
Dari hasil penelusuran ICW pada penerimaan hakim ad hoc Mahkamah Agung akhir 2015 lalu, dari 48 calon hakim yang lolos hingga tahap akhir wawancara, seluruhnya tidak ada yang paham betul mengenai isu korupsi.
Sehingga, kata Aradila, cita-cita memiliki hakim ad hoc tipikor sebagai hakim khusus yang memiliki keilmuan tajam di bidang tipikor masih belum terjawab.
"Kebanyakan yang mencari pekerjaan saja, yang mencari nasib lebih baik. Jadi secara kualitas juga tidak terlalu baik hakim ad hoc itu," bebernya.
Penilaian tersebut baru dari segi perekrutan. Tapi jika dari proses rekrutmennya saja tidak baik, lanjut Aradila, maka dapat dipastikan dalam tahapan selanjutnya juga tidak akan begitu baik.
Termasuk dalam konteks pendidikan hakim dan praktik hakim di pengadilan. Hal ini juga menjadi salah satu poin yang harus dibenahi oleh Mahkamah Agung.
Aradila mengatakan, reformasi peradilan sangat diperlukan, namun memerlukan satu figur yang mampu berkomitmen dengan refromasi peradilan.
"Dan ini tidak bisa dibiarkan sendiri oleh MA. Ada andil dari pemerintah yang harus terlibat," ujarnya.