JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) melihat, jumlah terpidana mati tahun 2016 masih tinggi.
Menurut Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono, jumlah terpidana mati pada 2016 sebanyak 16 orang. Sementara jumlah terpidana yang divonis pada 2015 sebanyak 26 orang.
"Dibanding dengan tahun 2015, maka terlihat penggunaan hukuman mati 2016 justru masih tinggi. Data tahun 2016 masih per Juni. Masih bisa bertambah lagi," ujar Supriyadi melalui keterangan tertulis, Senin (11/6/2016).
Dari jumlah tersebut, kata Supriyadi, bisa dilihat bahwa hukuman mati tidak membuat jera para pelaku. Pertengahan tahun saja jumlah terpidananya sudah lebih dari separuh jumlah terpidana mati tahun lalu.
"Masih stabil jumlahnya. Jadi tidak ada pengaruhnya," kata dia.
(baca: Pemerintah Didesak Moratorium Hukuman Mati)
Untuk tahun ini, jumlah terdakwa yang dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebanyak 26 orang.
Sementara jumlah terdakwa yang dijatuhi hukuman mati di pengadilan negeri sebanyak 17 orang.
Supriyadi mengatakan, sama seperti tahun sebelumnya, mayoritas terpidana yang dihukum mati dalam kasus narkotika. Selain itu, menyusul terpidana kasus pembunuhan berencana.
(baca: Komnas HAM: Penerapan Hukuman Mati Tidak Sesuai UUD 1945)
ICJR berpandangan bahwa hukuman mati seharusnya semakin jarang digunakan dalam pengadilan.
Menurut Supriyadi, kebijakan hukuman mati yang bertujuan untuk menimbulkan efek jera justru menunjukkan kegagalan.
"Deretan kasus terpidana mati yang terjadi di pengadilan Indonesia sudah jelas lebih bersifat pembalasan ketimbang menimbulkan efek jera," kata Supriyadi.
(baca: Agar Tak Ada Drama, Luhut Minta Hukuman Mati Diumumkan Tiga Hari Sebelumnya)
Terkait rencana pemerintah melakukan eksekusi mati tahap III, ICJR mendesak penundaan rencana tersebut.