Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Ungkap Pelanggaran Terkait Penggunaan dan Pelaporan Dana Kampanye Pilkada 2015

Kompas.com - 29/06/2016, 16:39 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi merilis hasil riset terkait pendanaan kampanye pasangan calon kepala daerah dalam penyelenggaraan Pilkada pada Desember 2015 lalu.

Dalam riset tersebut, KPK menyoroti Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). Hasil temuan itu didapat setelah KPK mewawancarai 286 pasangan perserta pilkada yang gagal terpilih.

Deputi bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan memaparkan bahwa KPK menemukan adanya ketidakpatuhan pasangan calon peserta Pilkada dalam menyerahkan LPPDK.

Menurutnya, sebanyak 20 persen responden yang diwawancarai ternyata tidak melaporkan LPPDK. Sementara LPPDK yang diserahkan pun seringkali tidak sepenuhnya sesuai dengan penggunaan dana.

"Banyak yang melanggar batas besaran sumbangan untuk dana kampanye yang ditentukan dalam undang-undang. Laporan yang disampaikan pun tidak utuh dan tidak akurat. Sebanyak 20 persen yang kami wawancarai ternyata tidak melaporkan LPPDK," ujar Pahala saat memberikan keterangan pers di gedung KPK, Rabu (29/6/2016).

Selain itu, KPK juga menemukan ada dana lain yang nilainya besar tapi tidak dicantumkan dalam LPPDK. Dana tersebut dikeluarkan pasangan calon pada sebelum dan sesudah masa kampanye.

Sebelum masa kampanye, kata Pahala, pasangan calon biasanya mengeluarkan uang sebagai mahar ke partai politik dan sesudah kampanye mereka mengeluarkan biaya untuk membayar saksi di TPS.

Pahala menuturkan, berdasarkan keterangan salah satu responden, biaya pilkada di luar kampanye tersebut memiliki pengaruh signifikan terhadap total biaya pilkada yang dikeluarkan pasangan calon.

Biaya saksi bisa mencapai Rp 2 miliar. Sedangkan biaya terbesar adalah mahar partai politik yang dihitung berdasarkan jumlah kursi di DPRD.

Menurut Pahala biaya yang dikeluarkan pun jumlahnya berbeda antara pasangan calon yang dipinang partai dan yang meminang partai. "Paling besar biaya pilkada berasal dari biaya mahal dan biaya saksi. Biaya untuk saksi di TPS bisa mencapai Rp 2 miliar. Yang terbesar dana mahar berdasarkan jumlah kursi," kata Pahala.

Berdasar pada hasil riset tersebut, KPK menilai perlu adanya perubahan regulasi terkait pengaturan mengenai penerimaan dana kampanye dan LPPDK.

Pertama, KPK mengusulkan kepada Komisi Pemilihan Umum untuk mengubah atau memperluas definisi dana kampanye. Pengertian Dana kampanye sebaiknya tidak hanya fokus pada dana yang dikeluarkan selama masa kampanye, tapi mencakup dana yang dikeluarkan sebelum dan sesudahnya.

Hal tersebut, menurut Pahala, bertujuan untuk mengantisipasi biaya mahar dan sesudah masa kampanye untuk mengantisipasi biaya saksi dan biaya sengketa.

Kedua, KPK meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar memperkuat peran dalam pelaksanaan Pilkada sehingga pemberian uang dari pasangan calon kepada saksi yang ada di TPS bisa diminimalisasi.

Ketiga, Kementerian Dalam Negeri dan DPR harus mencantumkan sanksi diskualifikasi kepada para calon pasangan yang tidak patuh dalam memberikan LPPDK.

"Kami melihat laporan penerimaan sumbangan dana kampanye dan penggunaan dana kampanye belum efektif dijalankan. Kami duga karena sanksinya kurang keras. Kalaupun ada sanksi, penegakan hukumnya juga belum konsisten," ungkap Pahala.

Kompas TV Tak Laporkan Dana Kampanye, Sepasang Cawalkot Dibatalkan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Nasional
Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah 'Clear', Diserahkan pada Ketua Umum

Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah "Clear", Diserahkan pada Ketua Umum

Nasional
Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Nasional
Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal 'Drop' di Yordania

Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal "Drop" di Yordania

Nasional
RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

Nasional
Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

Nasional
Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Nasional
Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

Nasional
Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

Nasional
Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

Nasional
Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

Nasional
Yusril Kembali Klarifikasi Soal 'Mahkamah Kalkulator' yang Dikutip Mahfud MD

Yusril Kembali Klarifikasi Soal "Mahkamah Kalkulator" yang Dikutip Mahfud MD

Nasional
Setelah Lebaran, Ketua MA Proses Pengisian Wakil Ketua MA Non-Yudisial dan Sekretaris MA yang Kosong

Setelah Lebaran, Ketua MA Proses Pengisian Wakil Ketua MA Non-Yudisial dan Sekretaris MA yang Kosong

Nasional
Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK

Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK

Nasional
KPU dan Kubu Prabowo Kompak, Anggap Gugatan Anies dan Ganjar Langgar Aturan MK

KPU dan Kubu Prabowo Kompak, Anggap Gugatan Anies dan Ganjar Langgar Aturan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com