JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak DPR dan Pemerintah agar revisi UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tetap berada dalam pendekatan criminal justice system (penegakan hukum pidana).
Direktur Imparsial Al Araaf selaku juru bicara koalisi mengatakan jika pendekatan penegakan hukum pidana diubah ke arah pendekatan perang, dikhawatirkan membuka ruang keterlibatan TNI secara luas dalam ranah sipil dan keamanan dalam negeri. Ini tidak sejalan dengan mandat reformasi.
"Pemerintah dan DPR keliru jika melibatkan TNI dalam RUU Antiteror. Militer itu rezim pertahanan bukan penegakan hukum," ujar Al Araaf saat memberikan keterangan pers di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (21/6/2016).
(Baca: Pasal Pelibatan TNI dalam RUU Terorisme Dinilai Rentan Pelanggaran HAM)
Menurut Al Araaf, klausul pelibatan TNI dalam RUU ini juga bertentangan dengan prinsip pengaturan tata kelola keamanan dalam sistem pemerintahan yang demokratis.
Dalam negara demokrasi, kata Araaf, harus ada batas jelas antara institusi penegak hukum dan institusi pertahanan negara sebagaimana pemisahan TNI-Polri beberapa tahun setelah reformasi.
"Dalam negara demokrasi harus ada batas jelas antara institusi penegak hukum dan institusi pertahanan negara," kata Al Araaf.
Sementara itu Direktur Eksekutif Pusat Kajian Keamanan Migrasi dan Perbatasan, Mufti Makaarim menegaskan TNI bukan lah aktor penegak hukum.
Sementara ranah UU antiterorisme sangat terkait dengan penegakan hukum pemberantasan terorisme. Oleh karena itu, ia memandang klausul pelibatan TNI dalam draf RUU Antiteror merupakan bentuk penyimpangan hukum.
(Baca: Ini Pasal yang Dianggap Kontroversial dalam Draf RUU Anti-Terorisme)
Selain itu, kata Mufti, DPR harus memahami bahwa pengerahan kekuatan militer harus berada di bawah pengendalian Presiden sebagai panglima tertinggi.
"TNI bukan aktor penegak hukum, sementara ranah UU ini terkait pemberantasan tindak pidana. Maka pelibatan TNI merupakan penyimpangan. Selain itu harus dipahami unsur TNI pengendaliannya ketat, di bawah presiden sebagai panglima tertinggi," kata Mufti.