JAKARTA, KOMPAS.com - Lambatnya pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai akan mempersulit kerja-kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sebab, KPU memerlukan waktu untuk membuat peraturan KPU sebagai turunan UU Pilkada tersebut.
"KPU kan harus membuat peraturan KPU yang mengacu pada Undang-Undang Pilkada," ujar Manajer Program Rumah Kebangsaan Erika Widyaningsih, dalam diskusi di Kantor Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Jakarta, Kamis (26/5/2016).
"Kalau undang-undangnya belum selesai bagaimana KPU bisa membuat peraturan dalam pelaksanaan pilkada serentak 2017," kata dia.
Menurut dia, tujuan awal merevisi UU Pilkada agar ke depannya ada kepastian hukum untuk menyelesaikan permasalahan dalam pilkada.
Namun, jika pembahasan ini berlarut tanpa ada jalan tengah, maka berbagai masalah di pilkada serentak 2015 dapat kembali terjadi di pilkada serentak 2017.
"Bagaimana masalah ini mau selesai, kalau regulasinya saja tidak kelar-kelar. Padahal ada komitmen untuk menghasilkan pemilu yang berintegritas, baik hasil maupun prosesnya," ujar dia.
Erika mengatakan, bukan hanya KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), partai politik, dan pemilih juga akan kesulitan dalam melaksanakan proses pilkada.
KPU pun diharap memberikan tekanan kepada pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU Pilkada.
Masalah lain yang disorot Erika adalah pembahasan RUU Pilkada yang selama ini dilakukan secara tertutup.
Hal tersebut dinilai dapat membuka celah lobi yang tidak berhubungan dengan kepentingan publik, melainkan kepentingan individu DPR.
"Kami berharap proses ini dapat segera diselesaikan tanpa menghilangkan esensinya. Karena revisi ini bukan untuk kepentingan sesaat dan segelintir pihak, namun untuk kepentingan masyarakat," kata Erika.