JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Polri Jenderal Pol Badrodin Haiti meyakini kerja Densus 88 Antiteror dalam memberantas terorisme sudah sesuai prosedur.
Ia mengatakan, hak asasi manusi selalu dikedepankan karena bagaimanapun teroris juga manusia.
"Selama ini kita menempatkan hak asasi manusia di depan," ujar Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (13/4/2016).
Badrodin mengatakan, setiap ada penangkapan teroris, orang tersebut akan ditangani dengan layak. (baca: Polri, Jangan Tutupi Penyebab Kematian Siyono!)
Sementara yang terjadi pada Siyono hingga meninggal dunia, Polri menganggapnya kecelakaan, bukan kesengajaan.
Komnas HAM sebelumnya menyatakan, ada dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 Polri dalam penanganan Siyono. (baca: Komnas HAM Duga Densus 88 Langgar HAM Terkait Tewasnya Siyono)
Menurut Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat, ada upaya penyiksaan yang diduga dialami oleh Siyono saat ditangkap Densus 88.
Hal itu diketahui setelah tim dokter forensik Muhammadiyah melakukan otopsi terhadap jenazah Siyono.
"Ada pelanggaran hak tidak disiksa dan hak hidup sebagaimana diatur di dalam undang-undang," kata Imdadun saat rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Selasa (12/4/2016).
Selain itu, tidak ditemukan adanya dugaan perlawanan yang dilakukan Siyono sebagaimana yang diungkapkan oleh Polri selama ini. (Baca: Hasil Otopsi Siyono, Patah Tulang Iga hingga Luka di Kepala)
Fakta lainnya, diduga upaya otopsi jenazah Siyono baru dilakukan pertama kali oleh tim kedokteran forensik Muhammadiyah.
"Kesimpulan sementara kami, diduga telah terjadi pelanggaran HAM. Matinya Siyono adalah pengulangan atas kekerasan yang terjadi atas pengusutan tindak pidana terorisme. Kematian ini terjadi di luar proses pengadilan," ujarnya.
Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Dwi Priyatno sebelumnya menyatakan, dari pemeriksaan awal, penangkapan dan pemeriksaan terhadap Siyono sudah dilakukan sesuai prosedur standar operasi yang berlaku oleh Densus 88.
Kekerasan, lanjut Dwi, terjadi ketika petugas membuka borgol Siyono guna menunjukkan lokasi barang bukti di wilayah Prambanan, Yogyakarta.
Saat borgol dilepas, Siyono menyerang anggota Densus 88 sehingga terjadi perkelahian yang menyebabkan pemimpin wilayah Jamaah Islamiyah di Klaten itu meninggal karena pendarahan di bagian kepala.