Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyek Reklamasi Kontroversial yang Berujung "Grand Corruption"

Kompas.com - 02/04/2016, 12:03 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Reklamasi di Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara sejak awal menuai protes dari berbagai pihak. Proyek tersebut dianggap mengancam lingkungan sekitarnya karena akan memperparah banjir Jakarta.

Tak hanya itu, penolakan juga muncul dari masyarakat yang khawatir kehilangan mata pencahariannya.

Hal di atas baru dari segi lingkungan sosial. Dari segi regulasi pun, proyek reklamasi di Pantura menyalahi peraturan, antara lain undang-undang soal lingkungan hidup dan pengelolaan wilayah pesisir. Namun, pembangunan kawasan tersebut seolah dipaksakan meski mendapat penolakan.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan, pihak swasta maupun legislasi yang terlibat dalam perkara ini jelas-jelas mengabaikan kepentingan yang lebih besar.

"Dalam kasus ini terlihat bagaimana pengusaha memengaruhi Pemda dan pembuat UU tanpa menghiraukan kepentingan rakyat yang lebih besar, terutama yang berkaitan dengan lingkungan. Dari data yang kami dapat, kelihatannya amdalnya belum diselesaikan dengan baik," ujar Agus di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/4/2016).

KPK mengangkat penyimpangan regulasi itu ke tingkat penyidikan. Dalam perkara ini, KPK telah menjerat Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja.

Sanusi sebagai legislasi daerah merancang Peraturan Daerah (Raperda) Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (ZWP3K) dan Raperda Tata Ruang Kawasan Stategis Pantai Utara Jakarta.

Raperda ZWP3K dan Raperda Tata Ruang Kawasan Stategis Pantai Utara Jakarta memiliki keterkaitan dengan proyek reklamasi untuk membuat 17 pulau buatan di Pantai Utara Jakarta.

PT APL terlibat dalam proyek besar itu. Karena menyangkut kebijakan publik, KPK menyebut kasus ini sebagai "grand corruption".

Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarief, KPK ingin menyasar korupsi besar yang melibatkan swasta dan pembuat undang-undang. Kasus ini menjadi contoh yang tepat menggambarkan grand corruption itu terjadi.

"Bisa dibayangkan bagaimana kalau semua kebijakan publik dibikin bukan berdasarkan kepentingan rakyat banyak, tetapi hanya untuk mengakomodasi kepentingan orang tertentu atau korparasi tertentu," kata Syarief.

KPK enggan secara langsung meminta agar proyek reklamasi dihentikan. Prosesnya harus menunggu pengadilan perkara kasus ini selesai, baru nasibnya ditentukan setelah mempertimbangkan putusan hakim pengadilan tindak pidana korupsi.

"Reklamasi dihentikan itu keputusan pengadilan, jangan mendahului. Mudah-mudahan hakim memutuskan keputusan yang berpihak pada rakyat banyak," kata Agus.

Sanusi menerima uang suap dari Ariesman sebanyak dua kali. Pertama, Sanusi menerima Rp 1 miliar. Kemudian, pada penerimaan kedua, Sanusi menerima Rp 1 miliar lagi.

Sesaat setelah transaksi kedua, Sanusi dan perantara langsung ditangkap KPK. Dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan Kamis (31/3/2016) itu, KPK menyita uang tunai sebesar Rp 1.140.000.000 dari tangan Sanusi.

Kompas TV Sanusi Diperiksa KPK 24 Jam Lebih
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ramai-ramai Ajukan Diri jadi Amicus Curiae Sengketa Pilpres ke MK, dari Megawati sampai Mahasiswa

Ramai-ramai Ajukan Diri jadi Amicus Curiae Sengketa Pilpres ke MK, dari Megawati sampai Mahasiswa

Nasional
Muhaimin Mengaku Belum Bertemu Dasco dan Prabowo Soal Posisi PKB ke Depan

Muhaimin Mengaku Belum Bertemu Dasco dan Prabowo Soal Posisi PKB ke Depan

Nasional
Kesimpulan yang Diserahkan Kubu Anies, Prabowo dan Ganjar dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK

Kesimpulan yang Diserahkan Kubu Anies, Prabowo dan Ganjar dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
'Amicus Curiae' Megawati

"Amicus Curiae" Megawati

Nasional
Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com