Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU KPK untuk Siapa?

Kompas.com - 02/02/2016, 07:15 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, mempertanyakan motif dan tujuan DPR merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Menurut Bambang, masifnya gerakan penolakan masyarakat terhadap revisi justru menunjukkan bahwa perubahan tersebut bukan keinginan rakyat.

"Jika dicek ke rakyat, setidaknya dari petisi Change.org, sebagian besar justru menolak revisi. Jadi kepentingan siapa yang diwakili agar dilakukan perubahan?" ujar Bambang saat dihubungi, Selasa (2/2/2016).

(Baca: "Nasib UU KPK Ada di Tangan Presiden")

Terdapat berbagai petisi online di change.org, salah satunya "Jangan Bunuh KPK" yang diinisiasi oleh Suryo Bagus.

Kini, jumlah penandatangan petisi itu mencapai lebih dari 50 ribu orang.

Selain itu, kata Bambang, tidak ada naskah akademik yang menjadi rujukan pasal-pasal yang akan direvisi.

Tanpa naskah akademik, ia menganggap proses pembahasan revisi UU KPK cacat karena melanggar tata cara pembuatan undang-undang.

(Baca: Ini Konsep Dewan Pengawas KPK yang Diinginkan DPR)

Revisi UU KPK oleh Badan Legislatif KPK menimbulkan kecurigaan bagi Bambang.

Ia menduga adanya konflik kepentingan Ketua Baleg DPR Sareh Wiyono untuk mengubah sistem di KPK.

"Ketua Baleg Pak Sareh Wiyono adalah orang yang pernah punya masalah dengan KPK dalam kasus Bansos di Bandung. Ini perlu diklarifikasi agar tidak menimbulkan prasangka tentamg motif dan kepentingan revisi," kata Bambang.

(Baca: Ketua Baleg: Draf RUU KPK Masih Bisa Berubah)

Bambang menilai, keempat poin yang diusulkan untuk direvisi sangat rawan mengintervensi independensi KPK.

Keempat poin tersebut adalah dibentuknya Dewan Pengawas KPK, kewenangan KPK dalam mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), kewenangan KPK dalam mengangkat penyelidik, penyidik, dan penuntut umum, dan pengaturan penyadapan oleh KPK.

"Akuntabilitas lembaga bisa kehilangan marwah dan legitimasinya dalam menjalankan tugas dan kewajibannya," kata Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup, Kaesang: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup, Kaesang: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com