"Setelah kami telusuri, dapat dua. Yang pertama adalah sopir salah satu anggota DPRD Provinsi. Dia menyuruh sopirnya untuk menyumbang dana kampanye," ujar Yusfitriadi usai konferensi pers di Gedung Badan Pengawas Pemilu, Senin (21/12/2015).
Pria yang akrab disapa Yus tersebut menjabarkan, pada awalnya Pokjanas menemukan 10 orang dalam Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) Risma-Whisnu yang menyumbang sebesar Rp 50 juta.
Besaran tersebut tak melanggar karena batas sumbangan dana kampanye perseorangan adalah Rp 50 juta. Namun, Pokjanas menemukan kejanggalan saat menelusuri satu per satu nama yang ada.
Kebetulan, salah satu dari dua penyumbang yang dijadikan sampel adalah sopir anggota DPRD tersebut. Yus menambahkan, ada dua pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD Provinsi yang bersangkutan.
Pertama, karena melakukan kebohongan publik. Sedangkam yang kedua adalah adanya upaya merekayasa.
"Siapa tahu dia mau menyumbang lebih dari Rp 50 juta tapi kemudian dipecah-pecah. Salah satunya lewat sopir," kata Yus.
Yus menambahkan, anggota DPRD tersebut mengaku menyesal apalagi jika harus berurusan dengan publik. Namun, Yus menolak membeberkan nama dan posisi anggota DPRD itu.
"Di sana ada namanya. Tapi silakan nanti konfirmasi ke Bawaslu," ucap Yus.
Rencananya, Pokjanas akan memberikan dokumen dan kelengkapan temuannya, termasuk rekaman pembicaraan dengan anggota DPRD Provinsi, kepada Bawaslu secara lengkap.
Namun, karena pimpinan Bawaslu saat itu tak ada di tempat, maka Pokjanas menunda pemberian dokumen tersebut.
Selain temuan penyumbang fiktif dana kampanye di Kota Surabaya, Pokjanas jiga menemukan kasus serupa terkait penerimaan dana kampanye di daerah lainnya, yaitu di Jembrana, Samarinda, Bontang, Bukittinggi, Manado, Ternate, Surakarta, Kotawaringin Timur, Binjai, dan Tasikmalaya.
Terhadap temuan-temuan itu, Pokjanas merekomendasikan Bawaslu untuk melakukan penelusuran lebih lanjut.
Sementara untuk KPU, Pokjanas meminta penyelenggara pilkada setempat menjatuhkan sanksi administrasi kepada pasangan calon yang menerima sumbangan melebihi batas serta penyumbang yang tidak jelas identitasnya.