Kepada pers pada Rabu (18/11/2015), Setya Novanto mengklarifikasi tudingan yang menyebutnya meminta saham Freeport kepada Maroef, dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sementara itu, Maroef memberikan pernyataan saat dia diundang sebagai saksi dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/12/2015).
Pada intinya, Setya dan Maroef sama-sama mengungkapkan pertemuan berlangsung tiga kali. Pertemuan pertama hanya empat mata antara Novanto dan Maroef, di Ruang Kerja Ketua DPR, April 2015.
Pertemuan dilanjutkan dua kali lagi di sebuah hotel di Pacific Place, Jakarta, pada 13 Mei dan 8 Juni 2015.
Dalam pertemuan kedua dan ketiga, Novanto mengajak pengusaha minyak Riza Chalid.
Setelah pertemuan ketiga, tak pernah ada pertemuan ataupun upaya saling menghubungi via telepon lagi. Hanya di situ kesamaan cerita keduanya.
Sisanya justru adalah kisah yang berbeda, bahkan saling bertolak belakang.
1. Saham
Keterangan yang berlawanan salah satunya adalah cerita soal pembicaraan saham.
Novanto mengaku, baik dia maupun Riza tak pernah meminta saham kepada Freeport, seperti yang dilaporkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ke MKD.
Politisi Golkar ini mengakui, Riza memang bicara soal saham dalam pertemuan ketiga, tetapi konteksnya adalah divestasi untuk badan usaha milik egara ataupun daerah.
"Bukan maksudnya dia itu ke Jusuf Kalla, maksudnya ke negara itu," kata Novanto.
Novanto justru balik menuding bahwa Maroef-lah yang menawarkan saham kepada Riza.
Namun, Riza menolaknya dengan alasan tak mempunyai uang untuk membeli saham itu.
"'Kenapa Pak Riza enggak ambil saham ini?" kata Novanto, menirukan ucapan Maroef ke Riza.
"Beli saham atau ambil saham saya lupa juga. Tapi nanti ditanyakan ke Pak Riza langsunglah itu," tambahnya.
Namun, Maroef memberikan keterangan berbeda. Menurut dia, jelas ada permintaan saham 11 persen untuk Presiden dan 9 persen untuk Wapres. Permintaan itu disampaikan Riza.
Maroef pun sempat membaca petikan transkrip dari rekaman utuh yang sudah diserahkan Sudirman ke MKD sebagai alat bukti.