Hal ini, kata dia, cukup bagi penegak hukum untuk menindaklanjutinya.
“Kalau bahasa anak zaman sekarang masih ‘sepik-sepik’ mau permufakatan jahat, ya sudah kita ‘pites’ saja dari awal. Undang-undang sudah mengatur kok,” ujar Arminsyah di Kompleks Kejaksaan Agung, Rabu (2/12/2015).
UU yang dimaksud yakni Pasal 15 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu berbunyi, “Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14”.
Hal yang dicari penyelidik dalam kasus ini adalah apakah ada unsur pelaku mencari kesempatan untuk menguntungkan orang lain atau dirinya sendiri dalam pertemuan antara Setya Novanto, pengusaha dan pihak Freeport.
“Kalau memang ada indikasi dan memenuhi unsur, masak dibiarkan. Tidak ada yang minta (kasus ini diusut) ya. Ini memang murni pekerjaannya penegak hukum,” ujar Arminsyah.
Ia pun enggan mengungkap sejauh mana penyelidikan yang sudah dilakukan pihaknya.
Dia berharap publik bersabar menunggu penyelidik Kejaksaan Agung bekerja.
Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Sudirman menuding Setya melakukan pelanggaran kode etik. Sudirman mengatakan, Setya bersama seorang pengusaha meminta saham sebesar 11 persen untuk Presiden Joko Widodo dan 9 persen untuk Wakil Presiden demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.
Hingga kini, laporan Sudirman telah ditindaklanjuti MKD dengan menggelar beberapa sidang. Namun, belum ada keputusan apapun soal hal itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.