Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung Sebut Sulit Buat Pengadilan HAM Ad Hoc

Kompas.com - 30/09/2015, 18:53 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung HM Prasetyo menilai pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc bukanlah perkara mudah. Pasalnya, beberapa kasus pelanggaran HAM sudah terjadi sejak lama. Selain itu, proses pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc juga memerlukan persetujuan di parlemen.

"Nanti kan ada keputusan politik dari DPR, setelah itu baru pemerintah membentuk pengadilan ad hoc HAM. Yang pasti itu kesulitannya, karena telah sekian lamanya waktu berjalan. Itu pemahaman saya," ujar Prasetyo di Istana Kepresidenan, Rabu (30/9/2015).

Dengan kesulitan itu, Prasetyo menyatakan cara terbaik untuk menyelesaikan kasus HAM adalah dengan proses non-yudisial. Pendekatan yudisial dalam kasus pelanggaran HAM dianggap sulit karena bukti-bukti yang mulai sulit dicari. Cara yang kini ditempuh pemerintah adalah dengan melakukan rekonsiliasi.

Prasetyo menyebutkan setidaknya ada beberapa tahap rekonsiliasi yang akan dilakukan. Pertama, adanya pengakuan bahwa kasus pelanggaran HAM berat telah terjadi. Kedua, pengungkapan bagaimana peristiwa itu terjadi. Terakhir adalah adanya pengungkapan penyesalan pemerintah atas peristiwa itu dan upaya rehabilitasi terhadap korban.

"Intinya bagaimana supaya pelanggaran HAM berat yang jadi beban sejarah masa lalu sekarang kita akhiri. Kita buka lembaran baru ke depan. Karena kalau tidak diselesaikan maka akan terus tidak terselesaikan. Makanya sekarang ini kita ingin segera diselesaikan," kata politisi Partai Nasdem itu.

Pendekatan non-yudisial itu akan dilakukan untuk enam kasus pelanggaran HAM berat yakni kasus 1965-1966, Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Wasior, Petrus, dan Talang Sari.

Janji Jokowi

Setara Institute mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera membentuk Komisi Ad Hoc Pengungkapan Kebenaran dan Pemulihan Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Komisi ini nantinya diharapkan mampu melakukan kajian terhadap semua laporan terkait kasus pelanggaran HAM.

Tak hanya Setara, elemen masyarakat lain juga mendesak Jokowi untuk segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Jokowi dituntut untuk merealisasikan janji kampanyenya pada saat pemilihan presiden lalu. Di dalam visi dan misi Jokowi-Jusuf Kalla, keduanya berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu dan menghapus semua bentuk impunitas.

Komitmen itu disampaikan pada 2 butir, yaitu:

(1) ”Kami berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai saat ini masih menjadi beban sosial bagi bangsa Indonesia, seperti kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, penghilangan paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok, Tragedi 1965”, dan (2). Kami berkomitmen menghapus semua bentuk impunitas di dalam sistem hukum nasional, termasuk di dalamnya merevisi UU Peradilan Militer yang pada masa lalu merupakan salah satu sumber pelanggaran HAM".

Keluarga korban beranggapan penghapusan impunitas itu hanya bisa terjadi dengan pengadilan HAM Ad Hoc sesuai No UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com