Pesawat berpenumpang 298 orang ini ditembak dengan rudal darat-udara BUK yang diduga dikuasai milisi pro-Rusia. Apa sebab pesawat tersebut tidak dapat dikenali sebagai pesawat sipil oleh kelompok milisi?
Pengamat penerbangan Chappy Hakim menilai, hal itu terjadi karena rudal yang digunakan sebagai pertahanan udara itu tidak berada di tangan suatu pusat komando yang terintegrasi sebagaimana dimiliki umumnya oleh suatu negara dalam mempertahankan wilayah udaranya.
Padahal, lanjut Chappy, rudal BUK SA 6 yang dibuat tahun 1980-an oleh Uni Soviet (kala itu) termasuk kategori rudal darat-udara yang canggih.
"Tetapi kecanggihannya menjadi tidak canggih karena lepas dari sistem induknya dan dikuasi oleh kelompok separatis. Rudal itu menjadi terlepas sendiri. Dengan demikian, karena sistem komando yang tidak standar dan tidak terpadu, bisa terjadi seperti ini. Mereka tidak dapat membedakan ini pesawat apa," kata Chappy Hakim melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Jumat (18/7/2014).
Chappy meyakini bahwa rudal pertahanan udara itu tidak berinduk, baik ke Rusia maupun Ukraina, karena dua negara itu tentu memiliki sistem pertahanan udara yang terpadu.
Meski demikian, mantan Kepala Staf Angkatan Udara ini mengatakan bahwa rudal BUK SA 6 ini hampir dimiliki negara-negara bekas pecahan Uni Soviet, termasuk Ukraina sendiri.
"Ukraina bilang itu rudal Rusia yang dikuasai kelompok separatis. Namun, Rusia bilang itu rudal Ukraina. Jadi, tidak ada yang mengakui dan masih saling lempar," ujar Chappy.
Jika benar dilakukan oleh milisi, bagaimana mereka bisa mengoperasikan rudal canggih tersebut? Chappy mengatakan, hal itu bisa saja terjadi ketika Uni Soviet pecah dan ada pihak-pihak yang menguasai pengoperasiannya.
"Uni Soviet itu punya sistem pertahanan udara yang canggih. Setelah ada negara yang merdeka, itu tersebar. Jadi, kemungkinan ada orang yang menguasai teknologinya, dan orang profesional. Akan tetapi, dia cuma jago nembak, tidak jago mengenali," ujar Chappy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.