Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hatta: Buka Akses Sumber Kemakmuran

Kompas.com - 23/01/2014, 09:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah kebebasan dan demokrasi tumbuh dalam 15 tahun reformasi, muncul kesadaran dan tuntutan rakyat untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Menjawab itu, perbaikan ekonomi rakyat harus menjadi fokus. Akses setiap rakyat pada sumber-sumber kemakmuran harus dibuka untuk perbaikan ekonomi.

”Selama ini, akses pada sumber-sumber kemakmuran itu terpasung. Hanya mereka yang punya uang yang memiliki akses itu. Negara harus memastikan setiap rakyat memiliki akses itu. Itulah fungsi negara,” ujar Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa di kediamannya, di Jakarta, Jumat (17/1/2014).

Hatta ditemui di kediamannya seusai shalat Jumat di LIPI. Sebelumnya, wawancara dilakukan di rumah dinasnya sebagai Menteri Koordinator Perekonomian di Kompleks Widya Chandra, Jakarta.

Sebagai Ketua Umum PAN serta menteri koordinator dan menteri senior, tidak mudah membuat janji dengan Hatta. Namun, saat pertemuan, wawancara menjadi semacam diskusi hangat mengenai banyak hal, di antaranya soal peran negara, pemantapan demokrasi, peningkatan kesejahteraan rakyat, mimpi besar PAN, dan pencalonannya sebagai presiden.

Akses setiap rakyat pada sumber-sumber kemakmuran merupakan bagian dari tugas negara. Untuk mewujudkan hal itu, Hatta bersama PAN menawarkan reformasi agraria. Kebanyakan rakyat sulit menaikkan taraf hidup karena lahan yang dimiliki makin sempit. Reformasi agraria tak sekadar bagi-bagi lahan, tetapi pertama-tama untuk melindungi kepentingan rakyat.

Hatta juga menyebut revolusi di bidang kesehatan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai bagian dari upaya memperbaiki kualitas hidup rakyat. Jika kualitas hidup meningkat, rakyat tidak akan banyak berobat karena tercegah dari sakit dan penyakit.

Lindungi yang lemah

Soal peran negara, selain membuka akses pada sumber-sumber kemakmuran, Hatta juga tidak percaya pada sistem neoliberalisme dan pasar bebas. ”Dalam sistem neoliberal, negara tidak boleh ikut campur. Itu tidak sesuai dengan nurani saya karena yang bisa melindungi the poor adalah negara. Negara harus hadir untuk mem-protect mereka,” ujar Hatta.

Menteri yang bertahan sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri ini tidak anti pada investasi asing. Namun, peran negara harus nyata dalam pengendalian agar yang miskin dan tak terlindungi terjaga. ”Tidak bisa subsidi dihilangkan. Tugas negara memberikan subsidi kepada rakyatnya. Bentuknya yang harus dipikirkan, tidak harus subsidi harga minyak,” ujar Hatta.

Mengenai perdagangan bebas dan kedaulatan ekonomi, Hatta menyebut nasionalisme sebagai fondasi. Menurut dia, di era yang makin terbuka dan bebas, tidak bisa lagi ada larangan impor. Jika larangan dilakukan, larangan yang sama akan dilakukan negara lain kepada Indonesia.

”Yang menjaga kedaulatan kita adalah kecintaan pada Tanah Air. Silakan jeruk dari China masuk, tetapi saya tetap makan jeruk pontianak. Sebuah sikap pribadi yang menjadi benteng. Benteng ini yang harus dipupuk dan nasionalisme ada di sini,” ujarnya.

Untuk demokrasi yang saat ini tumbuh, Hatta melihat perlunya penguatan menjadi demokrasi yang terkonsolidasi, bermartabat, beretika, dan menuju kesejahteraan. Hatta menyebut keberagaman sebagai kenyataan Indonesia yang perlu dirawat. PAN akan berdiri di depan untuk menjaga keragaman. Untuk hal ini, Hatta menyebut perlunya penguatan Pancasila.

Soal terus melorotnya partisipasi politik dan citra parpol, Hatta mengakui, selama ini partai politik lalai melakukan pendidikan politik. Akibatnya, rakyat makin jauh dari partai politik dan salah persepsi karena menganggap politik hanya urusan mencari dan mempertahankan kekuasaan. Kegiatan politik juga kerap dirasakan tak nyambung dengan masalah konkret masyarakat.

Hatta tidak kecil hati melihat hasil survei sejumlah lembaga independen disandingkan dengan target capaian PAN ini. ”Saya percaya survei dan dalam kepercayaan itu target diupayakan karena tren hasil surveinya naik. Saya percaya, caleg akan membuat tren naik ini membesar. Kami punya pengalaman pada pemilu-pemilu sebelumnya,” ujarnya.

Pemilu serentak

Untuk pemilu pasca-2014, Hatta sepakat dengan gagasan pemilu serentak dan gagasan pemilu presiden mendahului pemilu legislatif. Pemilu serentak membuat pemilu lebih sederhana, cepat, dan murah. Pemilu presiden yang mendahului pemilu legislatif juga akan memperkuat sistem presidensial karena presiden terpilih akan menarik gerbong ke parlemen.

Hatta dan PAN tidak sepakat dengan aturan parliamentary threshold. Untuk itu, diusulkan gagasan konfederasi yang berisi gabungan beberapa parpol untuk membentuk fraksi di DPR. Konfederasi bisa diumumkan sejak awal sebelum pemilu oleh parpol yang secara rasional melihat tak mampu membentuk fraksi sendiri. PAN juga tidak sepakat dengan presidential threshold. Menurut PAN, setiap parpol punya hak mengajukan calon presiden.

Mengenai pencalonannya oleh PAN sebagai presiden, Hatta mengaku realistis. Selain soal kemampuan, menjadi presiden juga harus ada kemauan. Kemauan juga tidak sepihak, tetapi terutama dari rakyat yang memilih. PAN dalam posisi memberikan ruang kepada putra terbaik untuk memimpin Indonesia. PAN yakin, pemimpin bisa lahir di mana pun, tak hanya di parpol.

”Saya orang yang sangat realistis. Kita tidak bisa melawan semangat zaman dan kehendak rakyat,” ujarnya. (Wisnu Nugroho/Amir Sodikin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyidik KPK Bakal Dilaporkan ke Dewas, Nawawi: Makin Banyak Laporan Makin Baik

Penyidik KPK Bakal Dilaporkan ke Dewas, Nawawi: Makin Banyak Laporan Makin Baik

Nasional
Moeldoko Minta Publik Tak Berlebihan soal Revisi UU Polri

Moeldoko Minta Publik Tak Berlebihan soal Revisi UU Polri

Nasional
2 Kadernya, Fuad Bawazier-Simon Aloysius, Jadi Komisaris BUMN, Gerindra Beri Penjelasan

2 Kadernya, Fuad Bawazier-Simon Aloysius, Jadi Komisaris BUMN, Gerindra Beri Penjelasan

Nasional
Pansel Diharap Mau Dengarkan Suara KPK soal Seleksi Capim

Pansel Diharap Mau Dengarkan Suara KPK soal Seleksi Capim

Nasional
KPK Sita Ponsel Hasto PDI-P: Berujung pada Pelaporan ke Dewas dan Penjelasan KPK

KPK Sita Ponsel Hasto PDI-P: Berujung pada Pelaporan ke Dewas dan Penjelasan KPK

Nasional
KPK Harap Proses Seleksi Capim oleh Pansel Tak Berbelit-belit

KPK Harap Proses Seleksi Capim oleh Pansel Tak Berbelit-belit

Nasional
Lantik 36 Pejabat Baru, Jaksa Agung Ingatkan Jajaran Jangan Salah Gunakan Wewenang dan Jabatan

Lantik 36 Pejabat Baru, Jaksa Agung Ingatkan Jajaran Jangan Salah Gunakan Wewenang dan Jabatan

Nasional
Sebut Pilkada Langsung Hambat Pembangunan, Mendagri Dianggap Tak Baca Situasi dengan Tepat

Sebut Pilkada Langsung Hambat Pembangunan, Mendagri Dianggap Tak Baca Situasi dengan Tepat

Nasional
5 Playground Terbaik di Surabaya, Cocok untuk Bermain bersama Buah Hati

5 Playground Terbaik di Surabaya, Cocok untuk Bermain bersama Buah Hati

Nasional
Soal Revisi UU TNI, Moeldoko Bilang TNI Sebenarnya Tak Mau Lampaui Tugas

Soal Revisi UU TNI, Moeldoko Bilang TNI Sebenarnya Tak Mau Lampaui Tugas

Nasional
Yakin Tak Jadi Ladang Korupsi, BP Tapera: Kami Diawasi OJK, BPK, hingga KPK

Yakin Tak Jadi Ladang Korupsi, BP Tapera: Kami Diawasi OJK, BPK, hingga KPK

Nasional
Kinerja Pertamina 2023 Tunjukkan Pertumbuhan Operasional di Semua Lini Bisnis

Kinerja Pertamina 2023 Tunjukkan Pertumbuhan Operasional di Semua Lini Bisnis

Nasional
Pihak Hasto Resmi Laporkan Penyidik yang Sita Ponsel ke Dewas KPK

Pihak Hasto Resmi Laporkan Penyidik yang Sita Ponsel ke Dewas KPK

Nasional
'Dari 54 Anggota Komisi III, 21 Gagal Bertempur Pak, Tumbang!'

"Dari 54 Anggota Komisi III, 21 Gagal Bertempur Pak, Tumbang!"

Nasional
Pengacara: Buku Hasto yang Disita KPK Berisi Catatan Strategi Pemenangan Pilkada Serentak PDI-P

Pengacara: Buku Hasto yang Disita KPK Berisi Catatan Strategi Pemenangan Pilkada Serentak PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com