JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan KPK agar membentuk Dewan Etik yang beranggotakan ahli-ahli etika. Dewan atau lembaga etika tersebut diharapkan dapat merespon cepat persoalan-persoalan terkait etika yang mungkin akan dialami pimpinan KPK ataupun pegawai KPK.
"Alangkah baiknya KPK punya suatu dewan yang orang-orangnya ahli di bidang etik, di bidang conduct, yang menjadi tempat bertanya jika ada sesuatu yang tidak jelas, dewan ini akan menjawab," ujar anggota Komite Etik Nono Anwar Makarim dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/10/2011).
Rekomendasi tersebut merupakan salah satu poin kesimpulan dari pemeriksaan Komite Etik terkait dugaan pelanggaran etika oleh pimpinan KPK menindaklanjuti tudingan Muhammad Nazaruddin. Nono melanjukan, pendapat para ahli etika yang tergabung dalam Dewan Etik tersebut nantinya dapat dijadikan buku pedoman.
"Sebagai keterangan tambahan yang menggambarkan kasus-kasus yang kongkrit," katanya.
Selain itu, Komite Etik merekomendasikan kepada KPK agar menghimpun dukungan dari pihak-pihak eksternal yang mendukung pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal itu, kata Nono, dapat dilakukan KPK dengan berdiskusi secara berkala bersama organisasi antikorupsi, pembentuk opini di masyarakat, atau mantan pimpinan KPK.
"Enggak boleh diam-diam saja, sudah jelas beberapa pihak pemerintahan, peradilan, dan legislatif gak suka sama KPK. Carilah pihak yang suka KPK, kan banyak organisasi masyarakat yang anti korupsi," tuturnya.
Dalam kesimpulannya itu, Komite Etik juga menyampaikan rekomendasi eksternal. Kepada masyarakat, Komite Etik mengingatkan agar masyarakat tidak berpikiran untuk membubarkan KPK. Anggota Komite Etik Syafii Ma'arif juga mengingatkan bahwa ada dua hal yang menyebabkan terjadinya korupsi.
Pertama, korupsi terjadi karena adanya dorongan dari diri seseorang karena desakan kebutuhan hidup maupun ketamakan. Menurut Syafii, jika didorong desakan hidup, orang kecil melakukan korupsinya ringan, namun yang berbahaya jika yang melakukan korupsi orang yang rakus karena dunia ini tidak cukup untuk orang yang rakus. Kedua, terciptanya peluang untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.