Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karena Marzuki, Demokrat "Dihukum"

Kompas.com - 04/08/2011, 17:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pernyataan Ketua DPR  Marzuki Alie mengenai wacana pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pemaafan bagi para koruptor dinilai telah merugikan Partai Demokrat secara politik. Walau pernyataan tersebut tampak wajar jika ditilik dari segi kebebasan berpendapat, Direktur SETARA Institute Hendardi mengatakan tak seharusnya Marzuki melontarkan pernyataan tersebut.

"Implikasi politik yang paling nyata adalah citra Demokrat sendiri yang akan merosot apalagi jika partai lain menggunakan isu ini. Para politisi harus membatasi pernyataan itu, karena makin besar inflasi pernyataan maka makin besar pula devaluasi kepercayaan. Hukuman terhadap Marzuki sendiri selain dilaporkan ke Badan Kehormatan, publik sudah menghukum secara politik dan berpengaruh terhadap posisi elektoral partainya," katanya di Gedung DPR RI, Kamis (4/8/2011).

Hendardi mencatat bahwa pernyataan Marzuki harus dilihat secara normatif sebagai bagian dari kebebasan berpendapat. Namun, menurut dia, agak mengganjal ketika Marzuki menyampaikannya sebagai pejabat publik. Hak-hak kebebasan berpendapatnya harus dikelola dan dibatasi untuk kepentingan yang lebih luas, yaitu kepentingan bangsa dan negara.

Menurut dia, tak bisa dibayangkan jika seluruh pejabat publik bebas berkomentar seenaknya. Tentu pemerintahan tak akan berjalan secara efektif. Apalagi, lanjutnya, Marzuki berstatus Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang sedang berurusan dengan KPK dalam kasus suap pembangunan wisma atlet Sea Games 2011.

Begitu pula dengan gagasannya terkait pemaafan koruptor. Tanpa ide ini, koruptor sendiri sudah banyak dimaafkan dengan mengembalikan uangnya melalui aksi-aksi sosial lalu melenggang kembali ke gelanggang politik dengan mudahnya.

"Jadi ini tak bisa kita pandang secara sepele. Perkataan, kan, juga manifestasi dari pemikiran. Ini tak memiliki implikasi hukum, tapi pernyataan yang "negotiable" dengan koruptor dan seolah-olah benci dengan KPK akan membuka ruang bagi recovery para koruptor yang selama ini melakukan perlawanan dengan berbagai cara," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi dan Edukasi Masyarakat

    Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi dan Edukasi Masyarakat

    Nasional
    Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

    Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

    Nasional
    Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

    Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

    Nasional
    KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

    KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

    Nasional
    Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

    Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

    Nasional
    PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

    PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

    Nasional
    Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

    Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

    Nasional
    Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

    Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

    Nasional
    KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

    KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

    Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

    Nasional
    Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

    Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

    Nasional
    Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

    Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

    Nasional
    Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

    Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

    Nasional
    Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

    Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

    Nasional
    KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

    KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com