JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafi'i Maarif masih terlihat segar. Usianya sudah melewati kepala tujuh. Namun, komentar-komentarnya masih tetap tajam menyikapi aneka persoalan negeri ini. Apa rahasianya?
Buya Syafi'i, demikian ia kerap disapa, sadar betul usianya tidak lagi muda. Karena itu, menjaga pola hidup sehat adalah bagian dari prioritas hidupnya saat ini. Ia selalu menjaga pola makan. Pendiri Maarif Institute ini menghindari makanan-makanan berlemak dan bersantan yang menjadi ciri khas makanan suku Minang.
"Suku Minang kan suka makan. Apalagi makanan-makanan yang pakai kelapa itu. Saya berusaha hindari lah, karena umur," ujar pria kelahiran Sumpurkudus, Sumatera Barat, 31 Mei 1935 ini, dalam sebuah percakapan kecil beberapa waktu lalu.
Menurutnya, pola makan sehat tersebut penting untuk menjaga kolestrol jahat dalam tubuh. Pasalnya, Buya mengakui, di usia ke-76 tahunnya, beberapa penyakit bisa dengan mudah menghampirinya.
"Ya, yang terpenting itu, kita jaga saja pola makannya. Karena setelah belajar tentang kesehatan ini, saya tahu kalau pola makan itu sangat mempengaruhi. Kalau dulu waktu muda kan engga," terangnya.
Selain menjaga pola makan, pola hidup sehat bisa dilakukan dengan melakukan aktivitas-aktivitas ringan setiap hari. Aktivitas tersebut dilakukan Buya dalam banyak hal, seperti membantu masak di dapur, lalu pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan makanan.
"Ya membantu Istri juga. Terkadang untuk menjawab lapar saja, buat makanan sendiri. Maklumlah anak kampung," kata Buya sambil tersenyum.
Selain aktivitas tersebut, ia juga selalu rutin berolahraga. Ia mengaku, selalu menyediakan waktu di pagi hari untuk bersepeda di sekitar perumahannya di Perum Nogotirto Elok II, Jl Halmahera, Gamping, Yogyakarta. Tak jarang juga, pria lulusan Sarjana Sejarah IKIP Yogyakarta, dan Magister Sejarah, Ohio University, Athens, Ohio, AS ini, melakukan jalan santai pagi hari untuk menjaga kebugaran tubuhnya.
"Tapi, sekarang sih kebanyakan naik sepeda. Kalau jalan itu, lutut saya kadang-kadang sudah tidak kuat karena sakit," ungkapnya.
Ketika ditanya mengapa lututnya sering sakit, mantan Dosen Filsafat Sejarah IKIP Yogyakarta ini, mengatakan, "Kan sudah dipakai 76 tahun. Jadi, olinya sudah berkurang. Ha-ha-ha," ujar Buya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.