Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/09/2023, 11:14 WIB
Fika Nurul Ulya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) meminta pemerintah mengaudit seluruh organisasi profesi (OP) yang masih menghimpun dana besar dalam pengurusan surat tanda registrasi (STR) maupun surat izin praktik (SIP).

Ketua PDSI Jajang Edi Prayitno mengatakan, permintaan ini seiring dengan laporan yang diterima dari tenaga medis dan tenaga kesehatan (nakes) di daerah yang masih dimintai uang iuran hingga 3,5 tahun saat memperpanjang STR.

"Sampai kemarin pun masih ada laporan yang masuk ke kami, dalam pengajuan persyaratan perizinan, masih minta iuran 3,5 tahun, kalau dulu 5 tahun. Iuran lagi, ini apa-apaan saya bilang," kata Jajang dalam rapat dengar pendapat (public hearing) perumusan rancangan peraturan pelaksana (RPP) UU Kesehatan secara daring, Senin (25/9/2023).

Baca juga: Dukung RUU Kesehatan Segera Disahkan, PDSI: Kita Sudah Terlalu Liberal

"Kembali lagi ujung-ujungnya yaitu, saya minta nanti kalau betul-betul ditetapkan peraturan pemerintah ini, saya minta untuk dilakukan audit masalah ini. Karena apapun ini meng-collect partisipasi masyarakat, menghimpun dana-dana masyarakat," imbuh dia.

Jajang mengaku heran, pengurusan STR dan SIP di beberapa daerah belum kunjung seragam, setelah UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah diundangkan pada 8 Agustus 2023.

Diketahui dalam UU Kesehatan, STR berlaku seumur hidup, sedangkan SIP perlu diperpanjang setiap 5 tahun sekali.

"Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya usulkan nanti ada pemeriksaan audit untuk organisasi profesi. Semua organisasi termasuk kami, silakan diaudit yang menghimpun dana-dana masyarakat. Saya minta semua untuk diaudit," tutur Jajang.

Baca juga: UU Kesehatan Batasi Masa Berlaku STR Dokter dan Nakes Asing Maksimal 4 Tahun

Lebih lanjut ia menilai, seharusnya, pengurusan STR dan SIP tidak lagi dipersulit dengan persyaratan yang sama, usai rencana pemerintah menyederhanakan pengurusannya lewat UU baru.

Terlebih, dalam UU, rekomendasi organisasi profesi telah dihapus dalam perpanjangan SIP. Tercatat, hanya ada dua syarat mendapatkan SIP, yaitu memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan tempat praktik.

"Enggak perlu dipersoalkan harus ada persyaratan macam-macam, kecuali untuk nakes WNA dan lain-lain, itu memang betul. Atau dokter yang masih praktik, itu perlu persyaratan. Tapi bagi yang sudah enggak praktik lagi, sudah lansia, kenapa harus harus ada persyaratan macam-macam?" tutur Jajang.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia, Dion menyebut, usulan-usulan tersebut akan ditampung terlebih dahulu.

Baca juga: 17 Organisasi Nakes Bela Menkes dari Somasi, Bakal Beri Bukti Pengurusan STR dan SIP Mahal

Terkait kesederhanaan mengurus izin, ia memastikan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak akan mengabaikan kompetensi tenaga medis maupun tenaga kesehatan. Kesederhanaan kata dia, bukan berarti membuat tenaga medis dan nakes menjadi tidak berkompetensi dan tidak profesional.

Oleh karena itu, pengumpulan satuan kredit profesi (SKP) yang digunakan untuk mengurus perpanjangan atau penerbitan STR dan SIP akan melibatkan para ahli di bidangnya.

"Beberapa kali dari Ditjen Nakes sudah melakukan koordinasi. Mudah-mudahan (kompetensi) ini juga terjaga, jadi kita tetap mengutamakan keselamatan pasien. Jadi saran-sarannya, jadi catatan buat kami," jelas Dion.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Otto Hasibuan Gabung TKN Prabowo-Gibran, Langsung Jadi Wakil Ketua

Otto Hasibuan Gabung TKN Prabowo-Gibran, Langsung Jadi Wakil Ketua

Nasional
Terima Aspirasi Anak Muda Merauke, Ganjar Janji Perbanyak 'Creative Hub' untuk Mudahkan Cari Kerja

Terima Aspirasi Anak Muda Merauke, Ganjar Janji Perbanyak "Creative Hub" untuk Mudahkan Cari Kerja

Nasional
KPK Tak Beri Bantuan Hukum ke Firli Bahuri

KPK Tak Beri Bantuan Hukum ke Firli Bahuri

Nasional
Bawaslu Ungkap Kerawanan Pencoblosan Pemilu 2024 lewat Pos di Hong Kong dan Makau

Bawaslu Ungkap Kerawanan Pencoblosan Pemilu 2024 lewat Pos di Hong Kong dan Makau

Nasional
Kemendag Siap Dukung Kebutuhan Operasi Freeport untuk Smelter Kedua di Gresik 

Kemendag Siap Dukung Kebutuhan Operasi Freeport untuk Smelter Kedua di Gresik 

Nasional
Ditanya Solusi Damaikan Papua, Ganjar Tekankan Pentingnya Keadilan

Ditanya Solusi Damaikan Papua, Ganjar Tekankan Pentingnya Keadilan

Nasional
Pelanggaran Kampanye di Media Sosial, Bagaimana Aturan dan Sanksinya?

Pelanggaran Kampanye di Media Sosial, Bagaimana Aturan dan Sanksinya?

Nasional
KSAU Pimpin Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI AU, dari Irjenau hingga Kadisminpersau

KSAU Pimpin Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI AU, dari Irjenau hingga Kadisminpersau

Nasional
Kampanye di Bogor, Anies Janji Bangun Transportasi Umum yang Lebih Luas dan Terjangkau

Kampanye di Bogor, Anies Janji Bangun Transportasi Umum yang Lebih Luas dan Terjangkau

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Harap Netralitas Aparat Bukan Hanya 'Lip Service'

TPN Ganjar-Mahfud Harap Netralitas Aparat Bukan Hanya "Lip Service"

Nasional
Pulang Kampanye dari Bogor, Anies Pilih Naik KRL

Pulang Kampanye dari Bogor, Anies Pilih Naik KRL

Nasional
Kampanye di GOR Ciracas, Anies Singgung Penggusuran Kampung Akuarium

Kampanye di GOR Ciracas, Anies Singgung Penggusuran Kampung Akuarium

Nasional
Pemerintah RI Hapus Kamerun dari Negara 'Calling Visa', Faktor Ekonomi Jadi Pertimbangan

Pemerintah RI Hapus Kamerun dari Negara "Calling Visa", Faktor Ekonomi Jadi Pertimbangan

Nasional
Prabowo Kirim Rp 5 M dan RS Apung ke Palestina, TKN: Bukti Prabowo Tak Cuma Mengecam

Prabowo Kirim Rp 5 M dan RS Apung ke Palestina, TKN: Bukti Prabowo Tak Cuma Mengecam

Nasional
Menkominfo Sebut Beberapa Konten Hoaks Cukup Distempel Hoaks, Tak Perlu Di-'takedown'

Menkominfo Sebut Beberapa Konten Hoaks Cukup Distempel Hoaks, Tak Perlu Di-"takedown"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com