Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudi Hartono
Penulis Lepas dan Peneliti

Penulis lepas dan pendiri Paramitha Institute

Koalisi Pilpres: Persatuan atau Persatean?

Kompas.com - 20/09/2023, 08:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DUA bulan menjelang tahapan pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden untuk Pemilu 2024, dinamika penggalangan koalisi politik menghadirkan banyak kejutan.

Koalisi Indonesia Bersatu, yang dibangun oleh PPP, Golkar, dan PAN pada pertengahan Mei lalu, ternyata hanya seumur jagung.

Koalisi ini bubar setelah PPP berpindah haluan mendukung Ganjar Pranowo, sedangkan Golkar dan PAN menyeberang ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).

Hanya berselang dua minggu, KKIR juga mengalami dinamika. Tak lama setelah berganti nama menjadi Koalisi Indonesia Maju (KIM), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang merupakan penggagas koalisi ini pada Agustus 2022, memilih hengkang ke Koalisi Perubahan untuk Persatuan.

Di luar kalkulasi politik banyak pengamat politik, Muhaimin Iskandar alias Cak Imim dipinang sebagai cawapres untuk mendampingi Anies Baswedan pada pemilu 2024. Penunjukan Cak Imin sebagai cawapres menciptakan friksi di tubuh Koalisi Perubahan.

Partai Demokrat, yang menjadi penggagas koalisi ini, merasa terkhianati dan memutuskan untuk keluar dari koalisi. Belakangan, Demokrat merapat ke Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Mengapa peta koalisi berubah sangat cepat? Mengapa partai politik gampang sekali berubah haluan dan mengubah dukungan politik? Apa sebetulnya basis politik dari koalisi ini?

Pijakan koalisi

Fenomena parpol dan elite yang gampang banting setir dari satu koalisi ke koalisi yang lain, tak ubahnya gaya sopir bajaj yang suka berbelok mendadak, menunjukkan persoalan mendasar dalam perpolitikan Indonesia.

Pertama, agenda politik parpol tidak berpijak di atas ide atau cita-cita politik untuk membangun kehidupan bernegara yang lebih baik, melainkan agenda sempit para elite parpol untuk berebut kontrol atau akses pada kekuasaan dan sumber daya negara.

Sejarah politik Indonesia sejak Orde Baru memang identik dengan fusi antara kekuatan ekonomi dan politik dalam menjalankan proses akumulasi kekayaan.

Akses dan kontrol terhadap jabatan publik dan otoritas negara menjadi penentu utama bagaimana kekayaan pribadi diakumulasi dan didistribusikan (Robison dan Vedi Hadiz, 2004).

Karena itu, preferensi politik para elite dalam menentukan koalisi adalah memilih kubu yang paling berpotensi untuk menang. Jangan heran juga, parpol di Indonesia tidak pernah nyaman berada di luar kekuasaan.

Jadi, kalau oposisi tiba-tiba masuk dalam kekuasaan, jangan terburu-buru dirayakan sebagai “persatuan nasional”, tetapi boleh jadi hanya soal mendekati akses kekuasaan dan sumber daya negara sebagai pintu masuk menuju akumulasi kekayaan.

Partai-partai bersatu dan bercerai karena soal pembagian jatah kekuasaan dan akses terhadap sumber-daya.

Di Indonesia, setidaknya sejak Orde Baru hingga sekarang, belum pernah koalisi bubar karena berselisih soal kebijakan atau program.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lagi, 2 Prajurit TNI Gugur Usai Diserang KKB di Nduga

Lagi, 2 Prajurit TNI Gugur Usai Diserang KKB di Nduga

Nasional
Ini Tema Debat Pilpres 2024, Ada Pajak Karbon hingga 'Post-COVID Society'

Ini Tema Debat Pilpres 2024, Ada Pajak Karbon hingga "Post-COVID Society"

Nasional
KPU: Debat Capres Digelar 3 Kali, Cawapres 2 Kali

KPU: Debat Capres Digelar 3 Kali, Cawapres 2 Kali

Nasional
Bahas Etika, Sudirman Said Bakal Bagikan Buku Karyanya ke Tiga Pasangan Capres-Cawapres

Bahas Etika, Sudirman Said Bakal Bagikan Buku Karyanya ke Tiga Pasangan Capres-Cawapres

Nasional
Prabowo-Gibran Belum Turun Kampanye, TKN Yakin Tak Pengaruhi Elektabilitas

Prabowo-Gibran Belum Turun Kampanye, TKN Yakin Tak Pengaruhi Elektabilitas

Nasional
Gandeng Baznas RI, BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Bantuan Kemanusiaan untuk Warga Palestina

Gandeng Baznas RI, BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Bantuan Kemanusiaan untuk Warga Palestina

Nasional
Nawawi Sebut KPK Monitor Anggaran Pemilu Senilai Rp 70,5 Triliun Lebih

Nawawi Sebut KPK Monitor Anggaran Pemilu Senilai Rp 70,5 Triliun Lebih

Nasional
Timnas Amin: Pak Prabowo Luar Biasa, Sudah Bisa Joget 'Gemoy'

Timnas Amin: Pak Prabowo Luar Biasa, Sudah Bisa Joget "Gemoy"

Nasional
KRI dr Radjiman Wedyodiningrat-992 Siap Berangkat Misi Kemanusiaan untuk Bantu Korban di Gaza

KRI dr Radjiman Wedyodiningrat-992 Siap Berangkat Misi Kemanusiaan untuk Bantu Korban di Gaza

Nasional
Data Pemilih Diduga Bocor, Sudirman Said Minta KPU Lebih Hati-hati

Data Pemilih Diduga Bocor, Sudirman Said Minta KPU Lebih Hati-hati

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Diduga Terima Gratifikasi dari Eks Menteri KKP Edhy Prabowo

Hakim Agung Gazalba Saleh Diduga Terima Gratifikasi dari Eks Menteri KKP Edhy Prabowo

Nasional
Timnas Amin Sebut Gimik dan Gagasan Sama-sama Diperlukan

Timnas Amin Sebut Gimik dan Gagasan Sama-sama Diperlukan

Nasional
Pose Anies-Muhaimin Paling Beda di Surat Suara, Sudirman Said: Kebetulan, Siapa Tahu Jalan Kemenangan

Pose Anies-Muhaimin Paling Beda di Surat Suara, Sudirman Said: Kebetulan, Siapa Tahu Jalan Kemenangan

Nasional
TKN Sebut Kehadiran Gibran sebagai Representasi Anak Muda di Pemilu Jadi Sejarah

TKN Sebut Kehadiran Gibran sebagai Representasi Anak Muda di Pemilu Jadi Sejarah

Nasional
TKN: Prabowo Disebut 'Gemoy' Itu Anugerah

TKN: Prabowo Disebut "Gemoy" Itu Anugerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com